Laba Bank BUMN Terpukul Kredit Bermasalah
Persoalan kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) telah menekan laba dua bank BUMN. Laba PT Bank Mandiri Tbk. tercatat anjlok 17,6 persen pada kuartal III-2016. Sedangkan laba PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. nyaris stagnan, cuma naik tipis 1,8 persen.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui, penurunan laba ini lantaran bank menambah pencadangan biaya untuk mengantisipasi kredit bermasalah. Total pencadangan Bank Mandiri mencapai Rp 15,9 triliun. Tak ayal, laba bank pelat merah ini merosot 17,6 persen menjadi hanya Rp 12 triliun. Bila dihitung sebelum pencadangan, laba Bank Mandiri mencapai Rp 31,9 triliun.
"Laba tertekan tapi rasio pencadangan dana terhadap Non Performing Loan menjadi 126 persen dari sebelumnya 120 persen," kata Kartiko saat konferensi pers kinerja kuartal III-2016 Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (25/10). (Baca juga: Ketika Bank-bank Diterjang Lonjakan Kredit Bermasalah)
Ia menjelaskan, Bank Mandiri tengah berfokus membenahi rasio NPL. Pada kuartal tiga lalu, rasio NPL gross bank tersebut telah turun ke level 3,81 persen dari 3,86 persen pada kuartal sebelumnya. Adapun rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perseroan tercatat 22,6 persen atau naik 4,8 persen.
Untuk mengantisipasi pembengkakan rasio NPL, Bank Mandiri lebih berfokus menyalurkan kredit korporasi atau wholesale banking. "Karena mereka tidak terlalu tergoncang ketimbang Usaha Kecil dan Menengah (UKM)," ujarnya.
Meski laba merosot, penyaluran kredit Bank Mandiri masih tumbuh di atas rata-rata industri. Hingga akhir September lalu, total penyaluran kredit mencapai Rp 625,1 triliun atau naik 11,5 persen dari periode sama 2015 yang sebesar Rp 560,6 triliun. Sebagai perbandingan, rata-rata pertumbuhan kredit perbankan per Agustus lalu hanya 6,8 persen.
Kartiko menjelaskan, pertumbuhan kredit ditopang kenaikan kredit modal kerja sebesar 14 persen menjadi Rp 38,1 triliun. Besarnya kredit modal kerja seiring dengan kredit infrastruktur yang tumbuh 27 persen menjadi Rp 51,3 triliun. Perinciannya, sebesar Rp 8,4 triliun kredit mengalir untuk proyek jalan tol, sedangkan untuk proyek kelistrikan Rp 17,6 triliun
Adapun kredit untuk sektor transportasi sebesar Rp 17,2 triliun. "Ada pula infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp 8,2 triliun," katanya. (Baca juga: OJK Siapkan Antisipasi Perluasan Kredit Bermasalah)
Di sisi lain, dana nasabah atau Dana Pihak Ketiga (DPK), Bank Mandiri berhasil menghimpun sebesar Rp 690,5 triliun pada kuartal III lalu atau naik 5,5 persen dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 654,6 triliun.
Kinerja keuangan Bank Mandiri tersebut mirip dengan BRI. Dalam rilis yang diterima Katadata, pertumbuhan laba BRI nyaris stagnan. Laba cuma tumbuh 1,8 persen menjadi Rp 18,6 triliun pada kuartal III lalu. Meski begitu, pencadangan kerugian untuk mengantisipasi kredit bermasalah mencapai 166,6 persen.
Pencadangan bertambah meski NPL BRI tercatat cukup rendah. NPL nett berada di level 0,6 persen dan NPL gross sebesar 2,2 persen. Di sisi lain, permodalan juga masih cukup kuat. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) mencapai 21,9 persen pada kuartal tiga lalu.
Adapun kredit BRI tercatat masih tumbuh kencang. Penyaluran kredit mencapai Rp 603,5 triliun atau naik 16,3 persen dibanding periode sama tahun lalu. “Kredit mikro yang selama ini menjadi core business Bank BRI masih menjadi mesin pendorong utama pertumbuhan kredit,” kata manajemen BRI. Porsi penyaluran kredit ke segmen tersebut sebesar 72,1 persen dari total kredit.
(Baca juga: Ekonomi Lambat, OJK Revisi Pertumbuhan Kredit Jadi 7 Persen)
Kredit mikro tumbuh 20,3 persen dari Rp 170,2 triliun menjadi 204,8 triliun. Sedangkan jika ditotal dengan segmen kecil dan menengah, kredit yang disalurkan mencapai Rp 435,2 triliun atau tumbuh sebesar 14,8 persen. Melalui penyaluran kredit tersebut, BRI membukukan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) Rp 48,6 triliun atau tumbuh 16,8 persen.
Dari sisi pendanaan, BRI mencatat pertumbuhan DPK 8,8 persen menjadi Rp 665,5 triliun. Pertumbuhan tersebut di atas rata-rata pertumbuhan DPK industri yang sebesar 5,6 persen per Agustus.
Adapun dari total DPK yang berhasil dihimpun, sebanyak 57,6 persen merupakan dana murah seperti giro dan tabungan. Sedangkan sisanya 42,2 persen dalam bentuk deposito. "Dengan komposisi yang seperti itu, BRI berhasil menurunkan COF (Cost of Fund/biaya dana) dari yang sebelumnya 4,3 persen menjadi 3,9 persen di triwulan tiga 2016."
Tahun ini, BRI menargetkan penyaluran kredit tumbuh 13-15 persen dengan NPL gross di kisaran 2,1-2,4 persen. Rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) di kisaran 87-90 persen dan CAR di posisi 20 persen. Sementara itu, pertumbuhan laba perseroan ditargetkan berkisar 1-2 persen.