Lantik Pejabat Pajak, Sri Mulyani: Prinsip Jangan Dikompromikan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui sangat sulit melakukan pengawasan atau check and balance dalam kultur masyarakat Indonesia. Kendala tersebut juga dihadapi di internal Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Padahal, pejabat pajak harus bersikap tegas dalam pengawasan internal dan tidak mengkompromikan hal-hal yang bersifat prinsip.
Harapan tersebut disampaikan Sri Mulyani saat melantik dua pejabat baru Eeselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Selasa (29/11). Pertama, Direktur Intelijen Perpajakan Peni Hirjanto, yang sebelumnya Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak. Kedua, Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Harry Gumelar, yang sebelumnya Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
(Baca: Kasus Suap Pejabat Pajak Dicurigai Libatkan Oknum Pajak Lain)
Dalam pidatonya, Sri Mulyani tidak menjelaskan latar belakang kaitan penunjukan dua pejabat itu dengan kasus tertangkap tangannya pegawai Ditjen Pajak Handang Soekarno oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (21/11) pekan lalu. Pegawai itu kedapatan menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT Eka Prima Rajesh Rajamohan Nair. Nilai suap tersebut adalah bagian dari total Rp 6 miliar yang dijanjikan Rajesh, untuk mengurangi kewajiban pajak perusahaan.
Meski begitu, Sri Mulyani mengharapkan kedua pejabat baru itu bekerja keras untuk menebus luka dan kekecewaan Ditjen Pajak serta Kementerian Keuangan terhadap kasus tersebut. Kini, sebanyak 38 ribu pegawai pajak berharap tidak ada lagi kejadian serupa Handang menimpa pejabat lainnya. Namun, saat ini bukanlah waktu untuk saling menyalahkan, tapi bekerja keras menjaga kepercayaan masyarakat.
"Saya anggap dua posisi ini penting dan saya ingin lantik dengan pesan yang sangat khusus. Kami ingin Anda menghibur kekecewaan kita dengan bekerja baik," katanya. (Baca: Sri Mulyani: Kasus Suap Jangan Jadi Alasan Tak Bayar Pajak)
Secara khusus, dia meminta kepada Harry agar berlaku tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas internal. Sebab, seringkali bagian pengawasam internal kendor dalam mengawasi aparat pajak mengingat hubungan pertemanan yang telah lama dijalin. "Saya tahu itu tidak mudah, apalagi Anda berasal dari dalam dan kenal semua pejabat. Sering rasa solidaritas direfleksikan dalam bentuk yang salah," kata Sri Mulyani.
Ia menyatakan, kultur silaturahmi masyarakat Indonesia dan tali persaudaraan harus dijaga dan diperkuat. Namun, kultur itu jangan diwujudkan di tempat yang salah. Hal tersebut seharusnya diwujudkan pada suatu keinginan untuk bekerja bahu membahu, menghormati fungsi masing-masing, serta memperkuat dan mengawasi unit-unit yang ada. "Yang salah itu kompromi pada prinsip."
(Baca: Kreativitas dan Slogan Kosong, Pejabat Pajak yang Ditangkap KPK)
Di sisi lain, Sri Mulyani menyatakan, data intelijen mengenai wajib pajak (WP) bukanlah instrumen untuk pemerasan namun buat menegakkan kepatuhan. Kemampuan data intelijen inilah yang merupakan pangkal dari target penerimaan negara. "Bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan serta menggunakannya dengan tepat," katanya.