Harga Komoditas Naik, BI Optimistis Ekonomi 2016 Lebih Baik
Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Pemicunya adalah kenaikan harga komoditas berikut volume ekspornya menjelang akhir tahun.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makro Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menyatakan, sejumlah komoditas menunjukkan kenaikan harga belakangan ini. Komoditas itu meliputi batubara, minyak sawit mentah (crude price oil/CPO), timah, tembaga, dan nikel.
Ia pun optimistis, tren kenaikan harga komoditas akan terus berlanjut. Dengan begitu, ekspor pada dua bulan terakhir tahun ini bakal turut naik signifikan. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada November lalu sebesar US$ 13,5 miliar atau naik 5,91 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan bahkan mencapai 21,34 persen jika dibandingkan November 2015.
(Baca: Surplus Dagang November 2016 Mengecil Akibat Impor Ponsel)
Secara lebih rinci, ekspor nonmigas pada November lalu mencapai US$ 12,39 miliar, naik 6,04 persen dibanding bulan sebelumnya. Bahkan, dibandingkan November 2015, naik 28,75 persen. Komoditas yang menyumbang kenaikan ekspor tertinggi yaitu Crude Palm Oil (CPO), baik ekspor minyak sawit atau minyak goreng, dan Bahan Bakar Mineral naik menjadi US$ 101,6 juta yang didominasi batubara.
Berdasarkan pencapaian tersebut, Juda memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal IV bakal lebih baik. “Sudah ada dorongan dari ekspor yang membaik, bukan hanya harganya tapi riilnya juga naik pada Oktober-November,“ katanya di Jakarta, Kamis (15/12).
Alhasil, dia optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap berada di kisaran lima persen. “Di kisaran lima persen, tetapi lebih optimis.” Sekadar informasi, pertumbuhan ekonomi kuartal III lalu sebesar 5,04 persen, dan BI memprediksi ekonomi pada kuartal IV bakal tumbuh 5,1 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal mencapai lima persen.
Sedangkan pada tahun depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi berkisar 5-5,4 persen. Namun, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pertumbuhan ekonomi global. (Baca: Presiden Berharap Ekonomi Kuartal IV Tumbuh 5,1-5,2 Persen)
Kedua, respons terhadap perubahan kebijakan di Amerika Serikat (AS) dan Cina. Ketiga, inflasi akibat rencana pemerintah menyesuaikan beberapa kebijakan harga (administered prices) terutama Tarif Dasar Listrik (TDL) dan elpiji.
Jika kebijakan itu dilakukan bersamaan, inflasi bisa tembus dari target empat persen plus minus satu persen tahun depan. “Akhirnya akan menganggu sasaran inflasi. Kalau terlalu tinggi akan menekan pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi konsumsi. Kemiskinan juga sensitif dipengaruhi (inflasi),” ujar Juda.
Sementara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, penguatan konsumsi dan investasi khususnya bangunan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pada 2017, ekonomi diperkirakan memasuki fase pemulihan ditandai dengan sektor korporasi yang membaik dan pembiayaan yang diperkirakan meningkat, baik dari sisi kredit perbankan ataupun pasar modal.
(Baca: Sri Mulyani: Pondasi Ekonomi Kuat Hadapi Bunga The Fed)
Selain itu, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kenaikan ekspor dari perbaikan harga komoditas. “Pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-5,4 persen di 2017 ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat dan pulihnya kinerja ekspor,” kata Tirta.