Pemerintah Surati 200 Ribuan Wajib Pajak yang Sembunyikan Harta
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengirimkan surat elektronik (electronic mail/ e-mail) kepada 200 ribuan wajib pajak berisi imbauan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak secara benar. Sebab, para wajib pajak itu diketahui belum melaporkan sekitar 2 juta item hartanya.
DJP mencatat, ada 204.125 wajib pajak yang belum mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty). Wajib pajak tersebut hanya melaporkan 212.270 data hartanya dalam SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh). Padahal, berdasarkan data yang dimiliki DJP, terdapat 2 juta item harta yang semestinya dilaporkan.
Karena itu, sejak beberapa hari lalu, Ditjen Pajak mengirimkan surat kepada 204.125 wajib pajak tersebut untuk mengikuti tax amnesty. (Baca: Pemerintah Pantau Banyak Aset Konglomerat Belum Ikut Tax Amnesty)
“Sudah banyak Whatsapp yang masuk ke saya, (isinya) ‘saya sudah terima e-mail mengenai harta yang belum dilaporkan’. Saya bilang, ‘ikut pengampunan pajak saja’,” kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Rabu (21/12).
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) DJP berhak meminta informasi dari pihak ketiga. Informasi itu akan dicocokkan dengan data yang dimiliki DJP.
Ia mengklaim, data yang dimiliki DJP ini valid dari institusi lain. “Data ini kami akumulasi dari beberapa tahun ke belakang. Kebetulan ada amnesti pajak, kami ingatkan lagi wajib pajak,” ujar Yoga. (Baca: Tax Amnesty Tahap III, Pemerintah Ancam Periksa Harta Wajib Pajak)
Ia menyebut, untuk aset tanah misalnya, DJP bisa memeroleh data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan notaris. Untuk kendaraan, institusinya bisa meminta informasi dari kepolisian.
Bahkan, harta berupa saham bisa dimintakan datanya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memiliki data akta pendirian perusahaan. Yang belum hanya data dari perbankan, karena adanya peraturan yang membatasi kerahasiaan bank.
“Yang 204 ribu wajib pajak ini masih sedikit, data masih akan berlanjut, akan kami olah lagi supaya lebih akurat,” kata Yoga. Data-data yang terkumpul ini akan diupayakan mengikuti amnesti pajak sehingga bisa menambah perolehan dana tebusan pada periode III tahun depan.
Selain itu, DJP akan memeriksa kembali harta yang belum dilaporkan oleh wajib pajak yang sudah mengikuti amnesti pajak. Sebab, ada kekhawatiran belum lengkapnya harta yang dilaporkan oleh peserta amnesti pajak. (Baca: Sri Mulyani Ancam Cabut Sertifikat Bankir Tak Ikut Tax Amnesty)
Hal ini bisa dikarenakan oleh terburu-burunya wajib pajak saat mengikuti program tax amnesty tahap I. Makanya, DJP masih akan mengolah dan menggali data lainnya untuk menemukan harta yang belum dilaporkan oleh wajib pajak.
Jika harta yang belum dilaporkan tersebut diketahui oleh DJP setelah berakhirnya program amnesti pajak, maka sanksinya akan ditetapkan sesuai dengan Pasal 18 UU Tax Amnesty. Harta yang belum dilaporkan harus dibayarkan pajaknya sesuai tarif PPh dan dikenakan sanksi administrasi dua kali lipat dari PPh terutang.