Asosiasi Pengusaha Ritel Targetkan Pertumbuhan 10 Persen di 2017
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) optimistis pertumbuhan industri retel bisa mencapai 10 persen pada 2017. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri ritel sudah terlihat tahun ini. Hingga November 2016, omset para peritel mencapai Rp 200 triliun, nilai ini naik 10 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 181 trilun.
“Kami masuk ke tahun 2017 lebih optimis. Karena biasanya masuk tahun baru akan seperti apa (proyeksinya). Kami lihat kondisi semester terakhir dulu. Kalau dilihat semester dua ini lebih baik dari tahun lalu," kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mande di Jakarta, (28/12).
Menurutnya pertumbuhan industri ritel dalam negeri tahun depan sangat baik. Target 10 persen ini sangat jauh dibandingkan pertumbuhan ritel di Amerika Serikat yang hanya 0,1 persen. Bahkan kawasan Asia Tenggara yang menurun, terutama di Singapura akibat harga yang tinggi.
Harga produk ritel di Indonesia masih cukup bagus dan pasarnya masih menjanjikan. Secara umum, kata Roy, kondisi industri ritel di Indonesia tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu. Aprindo mencatat setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan industri ritel pada tahun ini.
Faktor pertama, tingkat inflasi yang rendah, sehingga mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Inflasi tahun ini berkisar di angka 3,07 persen sampai 4,45 persen, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang berkisar pada angka 3,3 sampai 7,26 persen. (Baca: Jelang Tahun Baru, Harga Cabai Merah, Telur dan Daging Ayam Naik)
Kedua, dampak harga energi yang cenderung lebih terprediksi. Ketiga, faktor penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Sejak awal tahun ini BI telah tiga kali menurunkan suku bunga acuan. Posisi terakhir di angka 6,75 persen. “BI Rate memperkuat faktor pinjaman,” katanya.
Keempat, realisasi kebijakan deregulasi melalui empat belas paket ekonomi. Roy mengungkapkan paket-paket deregulasi berhasil mendorong daya saing dan produktifitas industri ritel. Aprindo sendiri merupakan bagian dari kelompok kerja 3 yang menganalisa dampak kebijakan deregulasi.
“Makanya, kami terus mengawal supaya paket deregulasi ini diwujudnyatakan. Kami mensyukuri paket deregulasi sudah delapan puluh persen terlaksana” katanya.
Kelima, industri ritel pada tahun ini ritel umumnya mendapat hasil kinerja yang cukup signifikan selama bulan Ramadhan, meski pada Maret dan Oktober sempat turun. Roy mengatakan ini karena belanja, terutama untuk proyek infrastruktur lebih bisa menjangkau daerah. Ini berdampak pada peningkatan akses pasar. (Baca: Pengusaha Optimistis Ekonomi 2017 Tumbuh 5–5,2 Persen)
Dia mencontohkan peluncuran program Gerai Maritim oleh Kementerian Perdagangan dan PT Pelni (Persero) untuk trayek Tanjung Priok ke Papua. Program ini mampu menurunkan tingkat disparitas harga komoditas dari 45 persen menjadi hanya 28 persen. Meski begitu, Roy mengakui saat ini program Gerai Maritim masih diprioritaskan untuk harga bahan pokok (sembako).
Pihaknya masih menunggu pemerintah menyelesaikan peta jalan (roadmap) program ini. Wilayah Indonesia Timur belum begitu tergarap oleh industri ritel, padahal daerah ini cukup potensial. Tren gaya hidup masyarakat di daerah ini memang tidak rutin berbelanja. Tapi saat masa panen, tingkat belanjanya naik signifikan.