Riset Dianggap Ganggu Stabilitas, JP Morgan Diputus Pemerintah

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Yura Syahrul
2 Januari 2017, 19:49
Pasar saham
Arief Kamaludin | Katadata

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memutuskan semua hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank NA. Alasannya, riset yang dibuat bank asal Amerika Serikat (AS) tersebut dianggap mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. Setahun sebelumnya, riset JP Morgan juga pernah memantik amarah pemerintah.

Keputusan pemerintah mengakhiri hubungan tersebut telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada JP Morgan melalui surat bertanggal 17 November 2016. Menindaklanjuti hal itu dan sesuai hasil rapat pada 1 Desember 2016, diputuskan pula pengakhiran kontrak kerja sama antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan JP Morgan sebagai bank persepsi.

Alhasil, JP Morgan tidak boleh lagi menerima setoran penerimaan negara Indonesia dari siapapun. “Pemutusan kontrak kerja sama ini berlaku efektif per 1 Januari 2017,” kata Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono dalam suratnya bertanggal 9 Desember 2016 kepada Direktur Utama JP Morgan di Jakarta, yang salinan suratnya beredar di kalangan wartawan pada Senin (2/1) ini.

Marwanto mengakui kebenaran dan isi surat tersebut. “Keputusan ini sejalan dengan Surat Menteri Keuangan pada 17 November 2016 kepada JP Morgan," katanya kepada Katadata, Senin (2/1). (Baca: Sepekan Efek Trump, BI: Rp 16 Triliun Keluar dari Indonesia)

Namun, dia enggan menjelaskan alasan pemerintah memutuskan hubungan kerja sama dengan JP Morgan tersebut. “Kami akan terus membangun hubungan kerja yang profesional dan kredibel serta bertanggung jawab dengan para stakeholders, termasuk perbankan yg menjadi mitra kerja pemerintah,” kata Marwanto.

Dalam surat Menteri Keuangan kepada JP Morgan disebutkan keputusan pemutusan hubungan kerja sama itu terkait dengan riset JP Morgan yang berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional. Namun, tidak dijelaskan lebih detail isi riset yang dianggap bermasalah oleh pemerintah tersebut.

Pada 13 November lalu, JP Morgan memang membuat riset mengenai kondisi pasar keuangan di Indonesia pasca terpilihnya Donald trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Dalam riset yang dikutip oleh blog Barron’s Asia, situs berita investasi berpengaruh asal AS, JP Morgan menyebutkan imbal hasil surat utang tenor 10 tahun naik darim 1,85 persen menjadi 2,15 persen pasca terpilihnya Trump.

Kenaikan tingkat imbal hasil dan gejolak pasar obligasi ini mendongkrak risiko premium di pasar negara-negara yang pasarnya berkembang (emerging market). Hal ini memicu kenaikan Credit Default Swaps (CDS) Brasil dan Indonesia, sehingga berpotensi mendorong arus dana keluar dari negara-negara tersebut.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...