Pelaku Industri Migas Kritik Aturan Baru Kontrak Gross Split

Anggita Rezki Amelia
19 Januari 2017, 19:29
migas
Katadata

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) Nomor 8 tahun 2017 tentang skema baru kontrak bagi hasil Gross Split menuai sorotan. Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) mengaku aturan tersebut tidak menarik, bahkan tidak memberikan kepastian dalam berinvestasi.  

Menurut Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari, salah satu yang perlu mendapat sorotan dalam skema gross split adalah pembebanan pajak kepada kontraktor sebelum bagi hasil diterima. "Katanya net after tax, tapi ternyata ada pajak yang setelah itu masih dibebankan," ujar dia di Jakarta, Kamis (19/1).

(Baca: Aturan Terbit, Kontrak Baru Migas Pakai Skema Gross Split)

Sebagai gambaran, pada skema kontrak gross split,  mekanisme bagi hasil awal (base split) ditentukan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Komponen variabel dan komponen progresif ini bisa menambah atau mengurangi bagi hasil kontraktor.

Besaran bagi hasil awal untuk minyak bumi yang menjadi bagian negara sebesar 57 persen, sisanya kontraktor. Sedangkan bagian negara dari produksi  gas bumi sebesar 52 persen dan sisanya menjadi hak kontraktor.

Selain itu, Rovicky melihat, aturan tersebut belum menjelaskan jika terjadi kelebihan produksi dari rencana awal. "Misal rencana pengembangan lapangan sudah ditentukan produksinya 1.000 barel per hari (bph), tapi ketika produksi 1.200 bph. Kelebihan itu akan di-charge bonus ke pemerintah atau investor?" katanya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...