Setop Spekulan, Tanah ‘Nganggur' Akan Kena Pajak Progresif
Pemerintah tengah membahas rencana pemberlakuan tarif pajak yang lebih tinggi bagi tanah yang tidak digunakan alias tanah menganggur. Dengan begitu, pemerintah berharap pemanfaatan lahan lebih produktif, bukan sekadar diborong untuk investasi atau tabungan lahan (land bank), seperti praktik lazim para pengembang properti besar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, sejauh ini pemerintah masih membahas detail rencana tersebut. "Nanti akan kami diskusikan detailnya seperti apa. Tapi prinsipnya kami mengerti bahwa ada keinginan untuk memajaki tanah-tanah yang harusnya idle bisa lebih produktif," kata dia di Jakarta, Selasa (24/1).
Detail yang dimaksud yakni terkait mekanisme, jenis pajak, dan tata cara pemajakannya. Namun, pada intinya pemerintah ingin memberikan insentif dan disinsentif. "Prinsipnya kami paham, kami ingin tanah lebih produktif karena diberi insentif dan disinsentif. Kalau pakai produktif pajaknya mungkin seperti apa," tutur Suahasil.
(Baca juga: Pengadaan Rumah Rakyat Terkendala Harga Hingga Mafia Tanah)
Di lain kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendukung rencana tersebut. Namun, dia belum mau menjelaskan lebih rinci ketentuannya, termasuk soal besaran tarif pajak yang diusulkan. "Saya belum cek betul apakah harus masuk ke UU (undang-undang) atau bisa dengan UU yang ada. Saya belum bisa jawab," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi memperkirakan, pemerintah bakal siap mengumumkan kebijakan tersebut dalam beberapa bulan ke depan. “Saya yakin akan diumumkan pemerintah (dalam) satu-dua bulan,” ujarnya. Secara gamblang, Sofyan menjelaskan, kebijakan itu diambil agar tanah tak lagi jadi objek spekulasi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan persetujuannya atas pemajakan tanah menganggur ini. Skema ini diharapkan bisa mengatasi persoalan minimnya produktivitas.
Dalam jangka panjang, ketentuan ini juga diharapkan bisa mengurangi kesenjangan dan kemiskinan. Sebab pemanfaatan tanah semestinya bisa menciptakan aktivitas ekonomi. (Baca juga: Jokowi: Pemanfaatan 36,8 Juta Hektare Lahan Pertanian Belum Maksimal)
"Ini bisa selesaikan masalah kesenjangan, produktivitas, pajak. Jadi banyak hal strategis yang berhubungan dengan tanah. Ini sudah dibicarakan dengan Presiden, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil dan kami sudah bahas bersama," kata Sri Mulyani.