Harga Naik, Bea Keluar CPO Jadi US$ 18 Per Metrik Ton Bulan Depan
Bea keluar minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) untuk ekspor pada bulan Februari 2017 akan naik menjadi US$ 18 per metrik ton. Sebelumnya, pada Januari 2017 bea keluar CPO hanya US$ 3 per metrik ton.
Kenaikan bea keluar itu ditetapkan sesuai dengan naiknya harga CPO di pasar dunia. “Saat ini, harga referensi CPO kembali mengalami peningkatan dan berada pada level di atas US$ 800 per metrik ton. Untuk itu, pemerintah mengenakan bea keluar untuk CPO sebesar US$ 18 per metrik ton untuk periode Februari 2017,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dody Edward, Jumat, 27 Januari 2017.
Dody menjelaskan, setelah memperhatikan berbagai rekomendasi, Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar periode bulan Februari 2017 sebesar US$ 815,52 per metrik ton. Angka itu naik 3,46 persen dari periode bulan Januari 2017 yaitu US$ 788,26 per metrik ton.
(Baca juga: Efek Trump, Kenaikan Harga Komoditas Untungkan Indonesia)
Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02/M-DAG/PER/1/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.
Bea keluar CPO untuk bulan Februari 2017 tercantum pada Kolom 3 Lampiran I Huruf C Peraturan Menteri Keuangan No. 140/PMK.010/2016 sebesar US$ 18 per metrik ton. Bea keluar sebesar itu berlaku jika harga referensi CPO sebesar US$ 800-850 per metrik ton. Selama ini, bea keluar CPO memang ditetapkan secara progresif sesuai fluktuasi harganya di pasar dunia.
Selain bea keluar, para eksportir juga tetap harus membayar dana pungutan ekspor sawit (CPO Fund) sebesar US$ 50 per metrik ton CPO dan US$ 30 per metrik ton untuk produk turunannya.
Sepanjang tahun lalu, ekspor CPO hanya dua kali dikenai bea keluar, yakni pada Mei dan Oktober. Sebelumnya, terakhir kali CPO dikenai pajak ekspor karena harganya di atas ambang pengenaan bea keluar US$ 750 per metrik ton adalah pada Oktober 2014.
(Baca juga: Investor Jepang Siap Gelontorkan US$ 90 Juta untuk Hilirisasi Sawit)
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menyatakan bahwa naiknya bea keluar dapat menyebabkan ekspor melemah.
“Jika bea keluar terlalu tinggi, pengusaha bisa jadi kurang tertarik untuk mengekspor. Apalagi di dalam negeri juga ada kebutuhan untuk biodiesel,” kata Fadhil.