Dianggap Tak Menarik, Lelang Migas Tetap Pakai Skema Gross Split
Meski dianggap kurang menarik bagi investor, pemerintah tetap menawarkan skema kontrak kerja sama gross split dalam lelang blok migas tahun ini. Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun prosedur standar operasi (standard operating procedure/SOP) penggunaan skema tersebut.
Direktur Pembinaan Hulu Kementerian ESDM Tunggal mengatakan pemerintah ingin menguji seberapa besar minat investor terhadap skema gross split. Makanya kementerian tetap akan menggunakan skema kontrak tanpa pengembalian biaya operasi (cost recovery) ini dalam lelang blok migas 2017.
(Baca: Riset Terbaru, Skema Gross Split Migas Tak Menarik bagi Investor)
Kementerian ESDM juga akan mengundang konsultan internasional Wood Mackenzie untuk mempresentasikan hasil penelitiannya mengenai skema gross split. Dalam riset terbarunya berjudul “Indonesia's Gross Split PSC: Improved Efficiency at Risk of Lower Investment?” Wood Mackenzie menyimpulkan skema ini kurang ekonomis bagi kontraktor migas.
Dengan mengundang Wood Mackenzie, kata Tunggal, pihaknya bisa mengevaluasi hasil penelitian yang baru dipublikasikan konsultan tersebut. "Ya kalau ada pendapat (berbeda) kan kami evaluasi. Namanya juga sistem baru. Tapi presentasi dulu, engga menariknya dimana. Atraktif enggaknya kan bukan hanya keekonomian saja," ujarnya di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/3).
(Baca: Jonan Sebut Harga Minyak Rendah Penyebab Lelang Blok Migas Tak Laku)
Tunggal mengatakan lelang migas tahun ini pemerintah hanya akan menawarkan satu opsi, yakni skema gross split. Sudah ada 10 blok migas konvensional yang siap untuk dilelang. Jumlah ini kemungkinan bisa bertambah, karena evaluasi terhadap blok migas yang akan dilelang belum rampung. Blok migas yang tidak laku akan dilelang ulang.
Mengenai hasil lelang tahun lalu, pemerintah belum bisa memutuskan kapan akan diumumkan. Targetnya bulan ini nama pemenang akan diumumkan. Seperti diketahui lelang blok migas nonkonvensional tahun lalu tidak mendapatkan pemenang alias tidak laku.
Pemerintah masih menawarkan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) pada lelang tahun lalu. Sebab, saat lelang berlangsung, Peraturan Menteri (Permen) ESDM terkait gross split belum terbit. Makanya dalam lelang tahun ini Kementerian ESDM menggunakan skema gross split. "Nanti kalau mereka enggak mau pakai gross split, ya nanti kami sampaikan," kata dia.
(Baca: Kontraktor Migas Keluhkan Balik Modal Skema Gross Split Lebih Lama)
Diberitakan sebelumnya, Presiden Direktur Energi Pasir Hitam Indonesia (Ephindo) Sammy Hamzah mengatakan pengembalian investasi dengan skema gross split bisa lebih lama. Karena seluruh biaya yang dikeluarkan harus ditanggung oleh kontraktor.
“Ini yang harus diukur oleh pemerintah, bagaimana agar kontraktor bisa dapat biayanya lebih cepat,” kata dia di Jakarta, Kamis (9/3).
Selain itu, Sammy menganggap mekanisme penerapan skema gross split untuk blok migas yang sudah berjalan juga belum jelas. Salah satunya mengenai penggantian biaya yang sudah dikeluarkan kontraktor. Hal ini juga yang dialami perusahaannya. Saat ini Ephindo memiliki tujuh kontrak untuk blok nonkonvensional yang sudah berjalan sejak tujuh tahun lalu. Biaya yang sudah dikeluarkan mencapai US$30 juta.
Jika menggunakan skema lama, maka ada penggantian dari pemerintah dalam bentuk cost recovery. Sedangkan kontrak gross split tidak menerapkan lagi cost recovery. "Kalau dibawa ke kontrak baru nanti sunk cost-nya dalam bentuk apa?” ujar Sammy.