Jokowi: Program E-KTP "Bubrah" Karena Anggarannya Dikorupsi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan program Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) dari anggaran 2011-2012, menjadi masalah besar akibat adanya kesalahan sistem dan penyalahgunaan anggaran. Penyelesaian masalah kependudukan tidak bisa berjalan, karena ada dugaan korupsi dalam penyediaan e-KTP.
Menurutnya hampir seluruh masalah kependudukan seperti pengurusan paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pengurusan rekening perbankan, hingga pendaftaran pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih sulit terselesaikan.
"Jadi 'bubrah' semua gara-gara anggarannya dikorupsi," kata Jokowi dalam keterangan resminya usai membuka acara Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2017 di JI-EXPO Kemayoran, Jakarta, akhir pekan lalu. (Baca Ekonografik: Bagi-Bagi Duit Proyek Jumbo E-KTP)
Jokowi berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menyelesaikan kasus ini dengan benar. Dia juga yakin lembaga anti rasuah tersebut tetap akan mengedepankan profesionalisme dan asas traduga tak bersalah dalam menyelesaikan kasus dugaan korupsi e-KTP ini.
Seperti diketahui, banyak nama-nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP. Dalam surat dakwaan KPK pada sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (9/3) kemarin, Jaksa Penuntut Umum Irene Putrie menyebut nama para pejabat, puluhan politisi, menteri, dan kepala daerah sebagai penerima suap.
(Baca: Sidang Perdana Korupsi E-KTP Ungkap Nama Ketua DPR, Menteri, Gubernur)
Sidang perdana ini menghadirkan dua terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kemendagri Sugiharto. Jaksa menyatakan, hampir separuh dari penganggaran proyek pengadaan e-KTP tahun 2009 sebesar Rp 5,22 triliun (setelah dipotong pajak) itu telah dikorupsi oleh pelaksana proyek bersama pejabat pemerintah dan anggota Dewan Perakilan Rakyat (DPR).
Irene menyatakan Ketua Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini menjabat Ketua DPR Setya Novanto, juga terlibat merancang penganggaran pengadaan e-KTP. Setya bersama dua orang anggota DPR kala itu, yakni Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin mengkondisikan pembagian uang proyek tersebut, bersama seorang pengusaha, Andi Agustinus alias Andi Narogong.
(Databoks: 6 Perusahaaan Disebut Jaksa Menerima Aliran Dana Proyek eKTP)
Atas perannya tersebut, jaksa menyebutkan bahwa, Setya dan Andi diduga mendapat jatah dari proyek pengadaan e-KTP sebesar Rp 574,2 miliar. Jumlah uang yang sama juga diterima Anas dan Nazaruddin.
Selain itu, puluhan politisi yang saat itu menjabat anggota Komisi II DPR dan Badan Anggaran DPR juga diduga menerima dana suap ratusan miliar rupiah. Beberapa diantara para anggota dewan yang diduga menerimanya adalah Ganjar Pranowo yang saat ini Gubernur Jawa Tengah dan Olly Dondokambey yang sekarang Gubernur Sulawesi Utara masing-masing sebesar US$ 520 ribu dan US$ 1,2 juta.
(Baca: Kemenkeu dan BPK Periksa Pegawai Tersangkut Kasus E-KTP)
Politisi PDI Perjuangan yang sekarang menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, disebut menerima aliran dana US$ 84 ribu. Selain itu, mantan Ketua DPR yakni Ade Komarudin dan Marzuki Alie yang masing-masing menerima US$ 100 ribu serta Rp 20 miliar.
Jaksa juga menyatakan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerima aliran dana paling besar yakni US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta. Beberapa pejabat Kementerian Dalam Negeri termasuk para terdakwa turut memperoleh duit korupsi. (Databoks: Inilah Nilai Pengembalian Uang Korupsi Proyek eKTP)