Pemerintah Kaji Ulang Perjanjian Perdagangan Lintas Batas Malaysia
Pemerintah Indonesia mengaktifkan kembali perundingan Review Border Trade Agreement (BTA) dengan Malaysia. Batasan nilai belanja bagi masyarakat yang hanya 600 ringgit atau sekitar Rp 1,8 juta sekali melintas perbatasan dinilai terlalu minim.
“Revisi BTA Indonesia-Malaysia merupakan hal yang sangat penting karena BTA yang ditandatangani pada 1970 sudah tidak dapat mengakomodasi aktivitas perdagangan perbatasan di wilayah perbatasan kedua negara,” kata Direktur Perundingan Bilateral Ni Made Ayu Marthini, Jumat (24/3).
Sebelumnya, Perundingan Review BTA telah dilaksanakan sebanyak dua kali pada 21-22 Juli 2009 di Bandung, dan 8-9 Desember 2011 di Kuala Lumpur.
(Baca juga: Pemerintah Targetkan Pembangunan 7 Pos Perbatasan Tuntas 2018)
Salah satu draft proposal yang telah disampaikan oleh Indonesia saat itu adalah mengenai batas belanja maksimal yang diusulkan naik dari sebelumnya maksimal 600 ringgit per pas menjadi 1.500 ringgit per pas.
Rencananya Review BTA 1970 Indonesia-Malaysia akan dilaksanakan pada 6-7 April 2017 di Lombok. Sebagai persiapan, Kementerian Perdagangan mengadakan rapat koordinasi Perdagangan Perbatasan di Tarakan, Kalimantan Utara sejak Kamis (23/3) kemarin.
Dalam rapat itu, turut hadir Direktorat Perjanjian Hukum dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, Direktorat Impor Kementerian Perdagangan, Direktorat Kawasan Perkotaan dan Batas Negara Kementerian Dalam Negeri, dan Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Kementerian Keuangan dan pemerintah daerah setempat.
(Baca juga: Libatkan TNI, Kementerian PUPR Bangun Jalan 520 Km di Perbatasan)
Masukan mereka dinilai penting agar tidak ada kesenjangan antara realitas dan kebutuhan masyarakat di daerah dengan pengambil kebijakan di pusat. “Diperlukan komitmen semua pihak (koordinasi Pusat dan Daerah) agar barang-barang kebutuhan pokok di perbatasan dapat tersedia dengan jumlah yang cukup dengan harga yang wajar,” kata Made.