Tekan Kredit Macet, Dirut Bank Permata: Ada Debitur Tak Mau Bayar

Image title
29 Maret 2017, 23:17
Bank permata
Katadata | Arief Kamaludin

Bank Permata tengah berupaya menekan tumpukan kredit macet yang memukul kinerja keuangannya. Namun, upaya itu terkadang menemui hambatan karena pihak debitur tidak mau membayar utangnya. Langkah restrukturisasi kredit pun dilakukan agar rasio kredit seret (Non-Performing Loan/NPL) tahun ini bisa turun hingga mendekati ketentuan regulator.  

Direktur Utama Bank Permata Ridha M. Wirakusumah mengungkapkan, perkembangan restrukturisasi kredit macet sejauh ini berjalan baik. Namun, dia enggan menjelaskan penanganan kredit macet Grup Garansindo dengan nilai sekitar Rp 1,24 riliun. "Kalau soal spesifik nama (debitur), sebagai bank kan ada UU kerahasiaan bank. Jadi tidak bisa komentar," katanya usai  Rapat Umum Pemegang Saham Bank Permata di Jakarta, Rabu (29/3).

Advertisement

Yang jelas, menurut dia, pembengkakan kredit seret tersebut lantaran berbagai sebab. Ada debitur yang tidak bisa membayar, namun ada juga yang tidak mau membayar. "Tapi itu kami jalani semua," ujar Ridha. Manajemen Bank Permata pun melakukan restrukturisasi kredit untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Bank Permata juga melakukan penjualan tagihan kredit macet untuk menekan NPL. Namun, Ridha mengatakan, kemungkinan langkah ini tidak akan diteruskan. “Karena our progress-nya (perkembangan kami) NPL kami baik, kami jadi ragu mau jual lagi. Kalau bisa diselesaikan sendiri ngapain kami jual,” ujarnya.

Sebelumnya, Bank Permata mengumumkan telah menjual portofolio kredit macet kepada perusahaan dengan tujuan khusus (special purpose vehicle/SPV) bernama CVI CVF III LUX Master SARL senilai Rp 1,12 triliun. Langkah tersebut bertujuan memperbaiki kualitas aset bank. Adapun, tagihan NPL yang dijual tersebut mencapai 30-40 persen dari total NPL Bank Permata. 

Selain itu, bank swasta milik Grup Astra dan Standard Chartered Bank ini juga membenahi dari segi personalia, kebijakan, wewenang, dan lebih selektif dalam memilih sektor industri untuk penyaluran kredit. “Ke depannya, kami cukup berhati-hati,” katanya. (Baca juga: Bank Permata Mulai Likuidasi Agunan untuk Tekan Kredit Macet)

Meski begitu, Ridha menjelaskan, NPL Bank Permata sebetulnya merata di semua sektor. Ia pun tak bisa merinci sektor-sektor yang nantinya akan dihindari. Tahun lalu, akibat kenaikan NPL, perusahaan tercatat harus menambah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) alias provisi pada 2016 hingga mencapai Rp 11,59 triliun.

Jumlah provisi tersebut melompat dibandingkan tahun sebelumnya yang sekitar Rp 3 triliun. Tiga sektor ekonomi yang membukukan provisi terbesar adalah industri pengolahan mencapai Rp 4,7 triliun, transportasi Rp 2,22 triliun dan pertambangan Rp 1,85 triliun.

Ridha mengklaim upaya manajemen untuk menekan rasio kredit seret sudah berbuah hasil. NPL gross Bank Permata turun ke kisaran 6 persen daripada tahun lalu yang mencapai 8,8 persen.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement