Pemerintah Terbelah Simpulkan Kajian Lingkungan Semen Rembang
Presiden Joko Widodo belum dapat memutuskan nasib proyek pabrik PT Semen Indonesia Tbk di Rembang, Jawa Tengah. Penyebabnya, para menteri belum satu suara dalam menyimpulkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di kawasan lokasi proyek tersebut. Padahal, pemerintah pusat sempat menjanjikan akan memutuskan persoalan tersebut akhir Maret ini.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan adanya perbedaan pendapat yang sangat kuat dalam memutuskan KLHS. Karena itu, pemerintah akan mengevaluasi lebih jauh untuk mencapai titik temu dalam menyimpulkan KLHS tersebut.
"Ini dua pendapat yang sama kuat. Pendapat pertama yang mengindikasikan ini karst. Pendapat kedua, 'mungkin ini bukan bentang alam karst'," kata Arcandra usai rapat mengenai KLHS proyek pabrik Semen Rembang itu di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (31/3). Namun, dia menolak menjelaskan detail perbedaan pendapat di antara peserta rapat yang dipimpin oleh Presiden itu.
(Baca: Diterpa Polemik Pabrik, Semen Indonesia Gaet Sutiyoso Jadi Komisaris)
Yang jelas, kajian dan pendalaman KLHS itu akan memakan waktu enam bulan. Kementerian ESDM dalam hal ini Badan Geologi akan ikut serta dalam tim pendalaman itu. Arcandra berharap, dalam waktu enam bulan sudah ada analisa lebih komprehensif mengenai kawasan Pegunungan Kendeng Utara. "Semoga cepat, tim akan melakukan evaluasi."
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya enggan memberitahu secara jelas mengenai hasil KLHS Pegunungan Kendeng. Ia mempersilakan menanyakan hal itu kepada Kepala Staf Presiden Teten Masduki. "Tunggu Pak Teten saja, tadi (kami) sudah sepakat," katanya.
Hingga kini, belum ada penjelasan dari Teten. Namun, berdasarkan informasi yang beredar, Teten akan menjelaskan persoalan tersebut pada pekan depan.
KLHS memang menjadi rujukan utama bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan kelayakan proyek pabrik semen di Rembang, Kajian ini akan menentukan status lingkungan Pegunungan Kendeng, apakah termasuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) atau bukan. Jika termasuk KBAK maka proyek itu tidak dapat dilanjutkan karena mengancam cadangan air di kawasan tersebut.
Yang menarik, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menyatakan tidak ada aliran sungai bawah tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, Pegunungan Kendeng Utara. Kesimpulan itu berdasarkan hasil kajian dan pemetaan Watuputih oleh Badan Geologi Kementerian ESDM pada 15-24 Februari lalu.
"Selain itu klarifikasi ulang juga telah dilakukan pada tanggal 8 hingga 9 Maret 2017," kata Jonan dalam suratnya bertanggak 24 Maret 2017 kepada Menteri LHK. (Baca: Musibah di Balik Aksi Petani Kendeng Menolak Pabrik Semen)
Berdasarkan laporan penelitian dan klarifikasi ulang sebanyak delapan halaman tersebut, yang salinannya dimiliki Katadata, Badan Geologi menjelaskan indikasi tidak adanya sungai bawah tanah terlihat dari ketiadaan mata air serta adanya gua kering tanpa aliran sungai di CAT Watuputih.
Aliran air baru terlihat di luar CAT Watuputih sebelah timur. Sedangkan di bagian selatan CAT tersebut ada gua kering dengan tiga kantung air serta sebaran air di dalamnya. Padahal, berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan KBAK, salah satu persyaratan penetapan KBAK adalah keberadaan sungai bawah tanah.
“Berdasarkan data dan fakta saat ini, dapat disimpulkan tidak ada indikasi aliran sungai bawah tanah di CAT Watuputih,” tulis Jonan dalam suratnya kepada Menteri Siti.
Surat itu juga menjelaskan kajian Badan Geologi mengacu kepada beberapa hal dalam mengamati aliran sungai bawah tanah. Pertama, menggunakan pengamatan langsung. Kedua, penelitian rinci apabila pengamatan langsung tidak dapat digunakan. Ketiga, kriteria KBAK berdasarkan Permen ESDM Nomor 17.
Namun, dalam kajiannya itu, Badan Geologi belum dapat memastikan apakah sungai bawah tanah di luar CAT Watuputih merupakan satu kesatuan dengan CAT tersebut. Jadi, diperlukan penelitian lebih rinci. (Baca: Dilarang MA, Pabrik Semen Rembang Dipasok dari Tambang Rakyat)
Seperti diketahui, warga Rembang menolak penambangan dan pendirian pabrik semen di daerahnya karena bakal merusak lingkungan dan sumber air tanah. Mereka mengajukan gugatan terhadap Semen Indonesia pada 5 Oktober 2016.
Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan peninjauan kembali izin lingkungan pabrik tersebut. MA memutuskan agar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membatalkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan di Kabupaten Rembang, yang dikeluarkan pada 7 Juni 2012.
Namun, belakangan, Ganjar mengeluarkan izin baru lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik Semen Indonesia di Rembang. Izin baru itu mengubah luasan lahan tambang dari 520 hektare (ha) berkurang menjadi 293 ha. Bentuk izinnya pun berganti dari penambangan dan pembangunan pabrik menjadi pengoperasian pabrik.
Izin baru tersebut memicu reaksi penolakan dari para petani asal Kabupaten Rembang. Bahkan, mereka menggelar aksi unjuk rasa sembari memasung kakinya dengan coran semen di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Aksi ini sempat memakan korban. Seorang petani, Patmi, meninggal dunia akibat serangan jantung setelah mengikuti aksi tersebut pada 21 Maret lalu. Menanggapi aksi-aksi itu, Presiden melalui Teten Masduki pernah menjanjikan akan menyelesaikan masalah tersebut paling lambat akhir Maret ini seiring rampungnya KLHS.