Pemerintah Dikritik Karena Terlalu Banyak Subsidi Pupuk Kimia
Kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi untuk menggunaan pupuk kimia menuai kritik. Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai penggunaan pupuk kimia merupakan solusi instan yang dapat berdampak buruk bagi masa depan.
“Lahan jadi tergantung pupuk kimia. Seperti kecanduan narkotika, jadi kalau tidak pakai pupuk, tanaman tidak akan tumbuh.” kata Dewan Komisioner Indef Bustanul Arifin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (22/5).
Tahun lalu, Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung Kedelai (Upsus Pajale) menghabiskan total anggaran Rp 103 triliun. Di antaranya, sebanyak Rp 31,2 triliun digunakan untuk subsidi pupuk.
(Baca juga: Kepemilikan Lahan Terbatas, Pemerintah Cemaskan Urbanisasi Petani)
Sayangnya, sebagian besar pupuk yang digunakan kebanyakan adalah pupuk kimia. Pupuk untuk tanaman padi misalnya, 68 persen berupa pupuk kimia sedangkan 23,5 persen pupuk kimia dan organik.
“Penggunaan pupuk kimia pada akhirnya akan mengorbankan kapasitas produksi tanah itu sendiri,” katanya.
Bustanul tak memungkiri ada peningkatan produksi padi tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi padi pada 2016 mencapai 79,1 juta ton gabah atau setara 45,2 juta ton beras. Angka itu meningkat 4,97 persen dari tahun sebelumnya sebesar 75,40 juta ton gabah atau 43 juta ton beras.