Enggan Bahas Hak Angket, Jokowi: Jangan Ada Pikiran Lemahkan KPK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tetap mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena negara ini masih membutuhkan upaya luar biasa untuk mengatasi praktik-praktik korupsi. Namun, dia enggan mengomentari hak angket yang digulirkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap banyak pihak akan memberangus KPK.
Jokowi menyatakan, KPK harus kuat dan upaya pemberantasan korupsi tidak boleh mengendor. Sebab, pemerintah masih memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantas korupsi. "Jadi, kita perlu KPK yang kuat, KPK yang independen," kata Presiden saat mengunjungi ruang media di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/6).
Menurut Presiden, pemikiran tersebut harus menjadi landasan dalam upaya bersama-sama memberantas korupsi. "Jadi jangan ada pikiran-pikiran melemahkan KPK, enggak boleh."
Di sisi lain, Jokowi melihat penilaian masyarakat terhadap profesionalisme KPK saat ini. Menurut dia, kalau memang harus ada diperbaiki dari KPK maka itu dapat diperbaiki. "Kalau memang harus ada yang dibenahi, ya dibenahi," katanya. Namun, dia menambahkan, negara ini tetap memerlukan KPK yang kuat.
Meski begitu, Jokowi tidak bersedia mengomentari adanya panitia khusus (Pansus) Hak Angket bentukan DPR yang dituding bakal melemahkan KPK. Alasannya, proses hak angket ini merupakan ranah lembaga legislatif tersebut. "Itu wilayahnya DPR."
Pada bulan lalu, 25 anggotaDPR dari 9 fraksi meneken usul hak angket KPK. Tujuan hak angket ini untuk meminta rekaman pemeriksaan politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani yang dilakukan oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk (KTP elektronik.
Namun, permintaan tersebut ditolak KPK. Alhasil, DPR semakin gencar menggulirkan hak angket tersebut. Mayoritas farksi di DPR mendukung hak angket tersebut, termasuk partai-partai pendukung pemerintah seperti PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Hanura.