RUU Pemilu Buntu, Pansus DPR Siapkan Tiga Skenario

Dimas Jarot Bayu
19 Juni 2017, 14:42
Pansus RUU Pemilu
Antara Foto/Sigid Kurniawan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat pembahasan RUU Pemilu bersama Pansus DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (14/6).

Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) hingga kini masih belum mencapai kesepatan alias deadlock dalam membahas lima isu krusial. Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan tiga skenario disiapkan untuk mengatasi kebuntuan.

Lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang menghadapi deadlock yakni ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, metode konversi suara ke kursi, alokasi kursi ke daerah pemilihan dan sistem pemilu. Dalam pembahasan ambang batas pencalonan presiden, pemerintah berkutat menginginkan ambanag batas 20-25 persen, yakni 20 persen kursi dan 25 persen suara nasional. Akibatnya, suara fraksi di DPR saat ini terbelah dalam tiga opsi, yaitu mengikuti pemerintah, 0 persen, dan 10-15 persen.

Lukman menjelaskan skenario pertama yakni tercapainya kesepakatan dari hasil lobi lintas fraksi terhadap lima isu krusial. "Sehingga Pansus tinggal menetapkannya sebagai keputusan Pansus, yang selanjutnya akan ditetapkan di dalam rapat Paripurna DPR terdekat," kata Lukman dalam siaran pers, Senin (19/6).

(Baca: Usai Pilkada, Elektabilitas Jokowi Tetap Selisih 17% di Atas Prabowo)

Skenario kedua, Pansus akan menetapkan paket yang berupa variasi dari sikap pilihan fraksi yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan atas paket-paket pendapat ini dakan diambil di tingkat Pansus maupun Sidang Paripurna DPR.

"Jika di tingkat Paripurna, maka Pansus akan mempersiapkan kertas suara untuk dilakukan voting di tingkat Pansus. Sementara, jika mau diambil keputusan di tingkat Pansus, maka cukup dilakukan jajak pendapat dari perwakilan fraksi-fraksi," tambahnya.

Jika kedua skenario tersebut tidak terlaksana, maka Pansus akan mempersiapkan voting di Sidang Paripurna dalam waktu terdekat. Lukman menuturkan, voting akan dilakukan per isu krusial dengan desain satu kertas suara.

"Sehingga setiap anggota DPR dapat memilih lima isu krusial dalam satu kesempatan, yang kemudian akan dilakukan rekapitulasi," kata Lukman. (Baca: KPK Disarankan Ajukan Uji Materi ke MK Terkait Pansus Hak Angket)

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Ahmad Riza Patria menambahkan, Pansus akan menggelar Sidang Paripurna DPR pada 20 Juli 2017. "Kami membuat jadwal untuk antisipasi jika tak mufakat (di tingkat Pansus)," ucap Riza di Gedung MPR/DPR.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyarankan agar pembahasan RUU Pemilu langsung dibawa ke Rapat Paripurna jika masih terdapat kebuntuan di tingkat Pansus. Apabila pembahasan RUU Pemilu masih buntu saat Paripurna, pemerintah menyarankan menggunakan UU Pemilu yang lama ataupun Perppu.

Saat ini, kata Tjahjo, pembahasan RUU Pemilu masih memiliki waktu hingga tenggat tanggal 29 Juli 2017. Dia menyatakan optimistis jika pembahasan RUU Pemilu selesai sebelum dimulainya tahapan Pemilu 2019. "Habis lebaran, masih cukup waktu," kata Tjahjo di Gedung DPR/MPR.

Sementara itu Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani mengkhawatirkan pembahasan RUU Pemilu yang terus terlunta, melewati target awal selesai pada April 2017. Padahal, RUU Pemilu ini merupakan regulasi yang terdiri dari tiga undang-undang dengan jumlah pasal yang sangat banyak.

Dia mengatakan, pembahasan RUU yang berlarut akan berdampak kepada semakin terbatas waktu dalam persiapan pemilu.  Kedua, dampak bagi calon peserta pemilu sendiri. Lambatnya UU juga akan membuat calon peserta pemilu kesulitan memahami dan bahkan menyiapkan prasyarat menjadi peserta pemilu. "Bagi pemilih dan masyarakat secara umum juga akan sulit memahami ketentuan pemilu jika UU selesai berdekatan dengan tahapan Pemilu," kata Fadli.

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...