Berlaku Oktober, Transaksi Nontunai di Tol Terhambat Infrastruktur
Pemerintah akan mewajibkan pengguna jalan tol melakukan transaksi nontunai mulai Oktober 2017. Sayangnya, pengguna transaksi nontunai untuk jalan tol hingga saat ini masih berkisar di angka 26 persen.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry TZ mengatakan, persiapan untuk memaksimalkan penggunaan non tunai di jalan tol masih cukup berat. Sebab, sosialisasi kepada masyarakat belum optimal.
"Peningkatan agak lambat karena sosialisasinya belum maksimal," kata Herry di Museum Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (20/6).
(Baca juga: Dorong Transaksi Nontunai, Operator Tol Diminta Tak PHK Karyawan)
Selain itu, transaksi nontunai di jalan tol masih pula terkendala dari segi infrastruktur. Herry menuturkan, alat transaksi nontunai beserta lokasi isi ulangnya masih terbatas.
Bank-bank yang bekerja sama sebagai penyedia jasa transaksi non tunai di jalan tol pun masih menerapkan zonasi. Herry mencontohkan, beberapa ruas jalan tol di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) membatasi sistem transaksi nontunai bagi pengguna uang elektronik bank pelat merah.
"Batasan tadi mengurangi akses dengan pengguna, padahal tidak ada hubungannya hal itu dengan pengguna. Kami harapkan tidak ada lagi zonasi ke depannya," kata Herry.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Anggoro Eko Cahyo menambahkan, kendala disebabkan karena beragamnya Secure Access Modul (SAM) tiap bank terhadap mesin Electronic Data Capture (EDC) di jalan tol. Ditambah lagi, belum adanya sistem single gateway yang mengintegrasikan informasi serta layanan pembayaran dari seluruh ruas jalan tol.
(Baca juga: Bank BUMN Siapkan Uang Tunai Rp 105 Triliun untuk Lebaran)
Kendala juga disebabkan besarnya nilai investasi bank untuk menjadi penyedia jasa transaksi non tunai. Hal tersebut membuat bank-bank kecil kesulitan ikut serta. "Investasinya besar makanya tidak banyak bank kecil mau ikut serta," ujar Anggoro.
Karena itu, Anggoro berharap segera terciptanya standardisasi sistem transaksi elektronik jalan tol. Ia juga menyarankan agar diberikannya biaya Merchant Discount Rate (MDR) dalam transaksi non tunai di jalan tol. Hal ini dilakukan agar bank-bank tertarik menjadi penyedia jasa transaksi non tunai di jalan tol.
"Tantangan kami juga untuk membentuk satu lembaga pelayanan yang dapat menaungi seluruh operator dan integrator transaksi non tunai di jalan tol," ucap Anggoro.
Deputi Gubernur BI, Sugeng mengatakan, pembentukan satu lembaga pelayanan ini akan dilakukan melalui Konsorsium Electronic Toll Collection (ETC). Menurut Sugeng, Konsorsium ETC berfungsi mengintegrasikan informasi data transaksi dan tarif untuk seluruh ruas jalan tol.
(Baca juga: Pemerintah Mulai Sinkronisasi Data Penerima Subsidi Elpiji dan Listrik)
"Konsorsium ETC akan berperan besar dalam tahap integrasi ruas jalan tol, penyempurnaan model bisnis, serta aspek teknis elektronifikasi," katanya.
Regulasi yang mampu mendorong transaksi non tunai di jalan tol juga akan ditambahkan. Menurut Herry, tambahan regulasi tersebut dapat memaksimalkan penggunaan transaksi non tunai hingga 100 persen. "Untuk 100 persennya harus dipaksa. Harus ada keputusan yang mewajibkan," ujar Herry.
Direktur Program Elektronifikasi dan Inklusi Keuangan BI, Pungky Purnomo Wibowo sepakat dengan Herry. Ia menilai perlu adanya dorongan melalui regulasi agar sistem transaksi non tunai di jalan tol dapat diterapkan secara optimal. "Kalau enggak dipaksa, enggak jalan-jalan," ujar Pungky.
Ia pun mengaku optimis jika sistem transaksi non tunai di jalan tol akan bisa dilakukan pada Oktober 2017. Ia berharap penerapan ini dapat mendukung Gerakan Nasional Non Tunai yang dicanangkan pemerintah. "Oktober kami targetkan bisa 100 persen," ucapnya.