KPK Terus Dapat Dukungan Tolak Pansus Hak Angket
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendapatkan dukungan menghadapi 'serangan' panitia khusus hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berbagai kalangan dari masyarakat, akademisi dan para ahli hukum tata negara menyatakan penolakan atas bergulirnya hak angket ini.
Ratusan civitas akademi Universitas Gajah Mada menyatakan sikap menolak pansus hak angket KPK. "Saat ini sedang dilakukan konsolidasi dukungan dari dosen-dosen UGM untuk penolakan Pansus Angket KPK, dan sudah ada sekitar 400an suara yang terdata untuk dukungan penolakan tersebut," bunyi siaran pers yang diterima Katadata, Senin (10/7).
Koordinator gerakan, Sigit Riyanto menyatakan dukungan terhadap KPK terus dikumpulkan dan akan disampaikan jumlahnya penolak hak angket pada 17 Juli 2017 bersamaan dengan deklarasi gerakan UGM berintegritas. Civitas akademika UGM, kata Sigit, bermaksud meneguhkan kembali komitmen keberpihakan UGM terhadap gerakan anti korupsi dalam memberikan dukungan kepada KPK pada 17 Juli nanti.
(Baca: KPK Nilai Wacana Pembekuan Anggaran Hanya Untungkan Koruptor)
Selain mengumpulkan petisi dari suara para dosen, UGM juga akan memantau dengan cermat perkembangan proses di Pansus Angket KPK. "Kami akan menganalisis substansinya, dengan meminta pendapat ahli yang kompeten sampai dengan tanggal 16 Juli 2017."
Sebelumnya ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, BEM Intitut Teknologi Bandung (ITB) dan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) menggelar Aksi Bersama untuk menolak hak angket pada Jumat (7/7). Ketua BEM UI, Muhammad Syaeful Mujab, menyatakan mereka menggelar demo menolak hak angket DPR karena menciderai semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Perwakilan mahasiswa bertemu dengan anggota pansus hak angket yakni Agun Gunanjar dan Masinton Pasaribu. Kedua anggota dewan ini diminta untuk menjelaskan tujuan digulirkannya hak angket kepada massa yang berdemo, namun ke dua anggota dewan itu menolak.
Para praktisi dan pakar hukum tata negara yang bergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) yang dipimpin Mahfud MD, telah menyatakan sikap berdiri di belakang KPK.
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun yang juga mengjadi anggota APHTN-HAN mengatakan pansus hak angket KPK keliru memiliki tiga kekeliruan yakni dalam hal subjek, objek dan prosedur hukum.
Hak angket selama ini ditujukan kepada pemerintah, sehingga subjek hukum untuk hak angket KPK dianggap salah alamat karena lembaga anti-rasuah bukanlah bagian dari struktur pemerintah. Adapun dari segi objek, seharusnya hak angket menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(Baca: KPK Disarankan Ajukan Uji Materi Pansus Hak Angket ke MK)
Selain itu Refly menyebut prosedur usulan hak angket yang keliru karena saat anggota DPR masih ada yang tidak setuju atau belum mufakat, pimpinan rapat yakni Fahri Hamzah mengetuk palu. Seharusnya bila belum mufakat, peserta rapat mengadakan voting. "Ini prosedur persidangan yang cacat," kata Refly.
Empat mahasiswa pada 20 Juni lalu telah mengajukan uji materi terkait kewenangan hak angket DPR yang tercantum pada pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Viktor Santoso selaku koordinator kuasa hukum pemohon mengatakan, latar belakang pengajuan uji materi karena menganggap pembentukan pansus hak angket DPR terhadap KPK yang terkesan dipaksakan dan melanggar aturan perundangan.