Darmin Ungkap KKP dan Kemendag sempat Berselisih soal Impor Garam
Pemerintah mengimpor 75 ribu ton garam konsumsi setelah kelangkaan terjadi di berbagai daerah. Impor garam tak segera dilakukan karena Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Perdagangan sempat berselisih paham.
"Memang ada dispute antara KKP dan Kementerian Perdagangan, sehingga impornya kurang (cepat). Sebenarnya, kami sudah tahu kurang (produksi garam) mungkin sejak dua bulan lalu," Darmin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (1/8).
Perselisihan dua kementerian tersebut membuat pemerintah tak cepat membuat rekomendasi impor garam. "Ada dispute harusnya rekomendasi dari mana tapi enggak mau, dan sebagainya. Tapi sekarang sudah kami selesaikan," katanya.
Pemerintah telah memutuskan melimpahkan rekomendasi impor garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada Kementerian Perdagangan. Adapun untuk garam konsumsi, rekomendasi impor perlu menunggu dari KKP. Sebelumnya, impor semua jenis garam baru bisa dilakukan jika ada ada rekomendasi dari KKP.
(Baca: Pemerintah Kaji Aturan Impor Tak Bedakan Jenis Garam)
"Wapres mengarahkan agar dituangkan saja secara permanen di Permendag agar impor garam industri rekomendasinya langsung diserahkan ke Menteri Perdagangan," ujar Meteri Perdagangan Enggartiasto kepada wartawan, Kamis pekan lalu.
Darmin meneekankan untuk mengatasi pasokan garam perlu perbaikan teknologi. Petani garam nasional masih banyak yang menggunakan teknologi tradisional mengeringkan air laut.
Sedangkan, negara lain telah memiliki teknologi yang lebih maju, salah satunya seperti Geomembran. Teknologi Geomembran merupakan lembaran lapisan yang dihamparkan pada lahan garam. Lembaran membran ini bersifat tahan air, korosi, minyak, asam, dan panas tinggi.
"Tahun ini memang iklimnya tidak terlalu bagus untuk bikin (produksi) garam, sehingga, memang produktivitasnya menurun," kata Darmin.
(Baca: Garam Langka, Pemerintah Impor 75 Ribu Ton Dari Australia)
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi pernah menjelaskan, curah hujan mencapai 150 milimeter (mm) per detik. Alhasil, masa panen dilakukan hanya 4-5 hari dari semestinya 10 hari.
Produksi garam rakyat pun anjlok dari normalnya sebesar 166 ribu ton per bulan menjadi hanya 6,2 ribu ton per bulan. Akibat turunnya pasokan, harga garam di sejumlah daerah melonjak tinggi. Berdasarkan pantauan Katadata di Pasar Ciputat beberapa hari lalu, sebungkus garam 150 gram dijual dengan harga Rp 2.000. Sebelum kelangkaan, dengan biaya Rp 2.000 bisa mendapatkan tiga bungkus garam 150 gram.