Impor Barang Modal Naik 63%, Juli Defisit Dagang Pertama Sejak 2015
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2017 mengalami defisit senilai US$ 271 juta. Defisit tersebut terjadi akibat lonjakan impor hingga 39% yang tak diimbangi ekspor.
“Nilai impor pada bulan Juli tinggi sekali, US$ 13,89 miliar. Kalau dibandingkan dengan Juni, kenaikan sangat signifikan, 39%," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Selasa (15/8).
Pria yang akrab disapa Kecuk itu menuturkan, angka impor paling tinggi didapat dari impor nonmigas sebesar US$ 12,11 miliar atau lebih tinggi 44,31% dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan nilai impor migas meningkat 11,12% atau sebesar US$ 1,78 miliar.
(Baca juga: Tekstil, Sepatu hingga Perhiasan Produksi Industri Kecil yang Mendunia)
Menurut Kecuk, angka tersebut melonjak karena adanya peningkatan impor barang modal dan barang baku pasca lebaran. Ini diharapkan dapat mendorong sektor industri sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Nilai impor bahan baku pada Juli 2017 sebesar US$ 10,43 miliar atau naik 40,8% dibanding bulan sebelumnya. Sementara nilai impor barang modal sebesar US$ 2,36 miliar atau melonjak 62,6%. Adapun impor konsumsi turun sebesar 3,15% dibandingkan bulan sebelumnya atau sebesar US$ 1,09 miliar.
Neraca Perdagangan Indonesia Jan 2014-Jul 2017
"Memang pada bulan Juli ini mengalami kenaikan impor yang tinggi, tetapi yang menggembirakan impor terjadi pada bahan baku dan bahan modal karena nanti akan berdampak kepada investasi," kata Kecuk.
Adapun, nilai ekspor pada Juli 2017 meningkat sebesar US$ 13,62 miliar atau naik 16,83 persen dibanding Juni 2017. Angka ekspor tertinggi terdapat pada sektor nonmigas sebesar US$ 12,44 miliar atau naik 19,85 persen. Sementara, angka ekspor migas menurun sebesar -7,79 persen menjadi US$ 1,17 miliar.
(Baca juga: Indonesia Andalkan Otomotif untuk Tutup Defisit dengan Vietnam)
"Nilai ekspor kita lihat untuk migas mengalami penurunan 7,79 persen. Ada penurunan dari minyak mentah, minyak mentah turun 33 persen, volumenya turun 27,92 persen. Berarti di sana ada penurunan rata-rata harga agregat," kata Kecuk.
Kendati demikian, angka neraca perdagangan secara kumulatif masih mencetak surplus sebesar US$ 7,39 miliar sepanjang Januari-Juli 2017. Realisasi nilai ekspor dengan besaran US$ 93,59 miliar lebih tinggi jika dibandingkan nilai impor sebesar US$ 86,20 miliar.