Sri Mulyani Paparkan Kerugian Bila Pajak Penulis Serupa UMKM
Persatuan Penulis Indonesia Satupena meminta perhitungan pajak penulis disamakan dengan pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yakni 1% final. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menjelaskan, kebijakan tersebut bakal merugikan penulis yang penjualan bukunya sedikit.
Ia mencontohkan, dengan kebijakan pajak saat ini, penulis dengan penjualan buku yang sedikit bisa tak kena pajak. Misalnya, penghasilan royalti penulis setelah dikurangi pajak royalti sebesar Rp 100 juta. Adapun penghasilan netonya dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) 50% menjadi Rp 50 juta.
Ini artinya, penulis tersebut tergolong tidak perlu membayar pajak penghasilan. Sebab, nominal penghasilan neto berada dalam golongan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebesar Rp 54 juta setahun.
"Kalau dia kena (pajak) final nanti malah dia kena lagi bayar pajak. Jadi setiap kebijakan pasti ada pro kontranya," kata dia usai Rapat Kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/9). (Baca juga: Bekraf Usulkan Insentif Pajak Penulis ke Kementerian Keuangan)
Di sisi lain, dengan kebijakan pajak sekarang ini, Sri Mulyani menjelaskan, penulis yang penghasilannya lebih tinggi dari PTKP memang akan terkena pajak berjenjang. Pajak berjenjang yang dimaksud yaitu 5% untuk penghasilan Rp 50 juta, kemudian 15% untuk penghasilan Rp 50 juta-Rp 250 juta, berikutnya 25% untuk penghasilan Rp 250 juta sampai Rp 500 juta, dan 30% untuk penghasilan di atas Rp 500 juta.
Ia pun menekankan, setiap profesi atau usaha memiliki karakternya masing-masing. Maka itu kebijakan yang diterapkan berbeda. Sebagai gambaran, perhitungan pajak UMKM yaitu 1% dari peredaran bruto atau omzet.
Kebijakan itu diambil juga untuk membantu UMKM yang tidak memiliki pembukuan. "UMKM sekarang, akan katakan kalau mereka rugi mereka harus bayar pajak," ucapnya.
Saat ini, Kementerian Keuangan memang tengah mengkaji kebijakan pajak bagi seluruh profesi. Sri Mulyani pun menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan dari masyarakat. (Baca juga: Jawab Kebutuhan, Pajak Berbagai Profesi Dikaji Ulang)
Sebelumnya, penulis Tere Liye dan beberapa penulis lainnya menyampaikan keberatannya atas kebijakan pajak yang dianggap terlalu membebani. Sebagai bentuk protes, Tere Liye bahkan memutus kontrak penerbitan 28 judul bukunya dengan dua penerbit besar yaitu Gramedia dan Republika. (Baca juga: Dee Curhat Soal Royalti Penulis, Beberkan Ketidakadilan Pajak)