Penulis Susah Urus Lebih Bayar Pajak, Sri Mulyani: Lapor Lewat Medsos
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan secara gamblang mengenai perhitungan kewajiban pajak penulis. Ia pun meminta para penulis melapor ke akun Instagram atau Facebook miliknya bila mendapat perlakuan berbeda dari petugas pajak.
Sri Mulyani mengakui seringkali pelaksanaan ketentuan pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak seragam. Misalnya, ada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menolak perhitungan pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Atau, ada petugas pajak yang mempersulit wajib pajak yang datang untuk mengajukan kelebihan bayar.
"Kalau ada apa-apa tinggal foto atau video saja. Kirim ke saya. 'Ini Bu anak buah Ibu yang katanya mau melayani'. That’s fine. Karena mengurus ini semua, tidak mudah," kata dia saat Dialog Perpajakan Perlakuan Pajak Bagi Penulis dan Pekerja Seni Lainnya di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu (13/9).
Sebelumnya, Dewi Lestari alias Dee, penulis novel laris Supernova mengungkapkan adanya KPP yang menolak perhitungan pajak dengan NPPN yang diajukan penulis. Adapun NPPN semestinya bisa dimanfaatkan bila penghasilan bruto penulis kurang dari 4,8 miliar. (Baca juga: Jawab Kebutuhan, Pajak Berbagai Profesi Dikaji Ulang)
Sri Mulyani pun mengakui, ada petugas pajak yang tidak senang jika ada yang mengajukan kelebihan bayar pajak (restitusi). Ia menduga hal itu terjadi lantaran memang ada wajib pajak yang berniat buruk untuk menghindari pajak dengan mengajukan restitusi.
"Nah bagian ini saya minta bantuan semua untuk dikoreksi. Makanya saya buat sistem whistle blower (pelaporan pelanggaran). Kan enggak mungkin saya awasi 40 ribu petugas pajak. Sementara 40 ribu itu awasi 32 juta wajib pajak," ucapnya.
Menurut Sri Mulyani, pihaknya juga sudah menginstruksikan petugas pajak agar menjalankan tugasnya sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) bila ada keluhan. Lalu, apabila terjadi perselisihan dalam mengumpulkan pajak, bisa didiskusikan dengan atasan. "Tapi jangan sampai ping pong terus sampai penulisnya nulis di facebook. Makanya kami instropeksi, kenapa itu tidak dielevate? Ya kami harus perbaiki," kata dia.
Ia pun menerangkan secara gamplang perhitungan pajak penulis. Sebagai contoh, seorang penulis dengan bantuan penerbit menjual buku seharga Rp 25 ribu per buku. Setiap triwulan, jumlah penjualan bukunya berbeda-beda. Bila dalam setahun penjualannya mencapai 110 ribu eksemplar, maka penerbit menerima omzet Rp 2,75 miliar.
Dari omzet tersebut, penulis mendapat royalti sebesar 10% atau Rp 275 juta. Penghasilan dari royalti tersebut terkena pajak penghasilan (PPh) pasal 23 sehingga dipotong sebesar 15% atau Rp 41,25 juta. Adapun potongan pajak tersebut diperhitungkan sebagai kredit pajak yang bisa direstitusi. (Baca juga: Sri Mulyani Paparkan Kerugian Bila Pajak Penulis Serupa UMKM)
Di sisi lain, untuk menghitung PPh 21, maka penghasilan bruto dikurangi NPPN sebesar 50% sehingga diperoleh penghasilan neto Rp 137,5 juta. Penghasilan neto tersebut kemudian dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebesar Rp 54 juta. Dengan demikian yang kena pajak hanya Rp 83,5 juta.
Adapun pajak terutangnya yaitu Rp 83,5 juta dikalikan dengan tarif pajak progresif 15% untuk penghasilan kena pajak antara Rp 50 juta-Rp 250 juta. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar yaitu Rp 7,525 juta.
Lantaran ada kredit pajak Rp 41,25 juta, maka penulis memiliki kelebihan bayar pajak Rp 33,725 juta yang bisa dimintakan kepada petugas pajak untuk dikembalikan.