Kemenkeu Belum Restui Insentif Skema Gross Split di Blok Produksi
Pembahasan aturan mengenai penerapan pajak untuk skema kontrak bagi hasil gross split hingga kini belum selesai. Salah satu poin yang belum disepakati adalah pemberian insentif pembebasan pajak untuk blok migas yang sudah masuk tahap eksploitasi atau berproduksi.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pelaku industri migas meminta agar blok yang sudah masuk tahap eksploitasi bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, di sisi lain, pemerintah perlu mengamankan penerimaan dari sektor migas.
Untuk itu, Kementerian Keuangan menawarkan agar pajak kegiatan eksploitasi dibebankan saat kontraktor sudah mencapai puncak produksi. "Ketika dia sudah berjayalah katakanlah, terus sudah cash call tadi, apakah dia masih tidak bayar indirect tax? nah ini masih kami bicarakan," kata dia di Jakarta, Selasa (26/9).
Di sisi lain, Kementerian Keuangan tidak keberatan membebaskan pajak pada kegiatan eksplorasi di kontrak gross split. Salah satu pajak yang dibebaskan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini pun sudah disetujui kontraktor.
Poin penting lainnya dalam aturan itu adalah sistem pajak yang prevailing. Artinya penetapan pajak menyesuaikan dengan aturan yang ada.
Sementara besaran pajak penghasilan nantinya ditetapkan 25 %. Angka itu lebih rendah dari biasanya yakni 40%.
Selain itu, menurut Mardiasmo, beberapa ketentuan pajak Gross Split nantinya tidak akan berbeda jauh dengan kontrak bagi hasil konvensional menggunakan cost recovery. Aturan pajak untuk skema kontrak bagi hasil ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017.
Aturan pajak ini diharapkan bisa menarik di mata investor dan dapat selesai dalam waktu dekat. Apalagi aturan ini sangat ditunggu oleh kontraktor migas saat ini. "Ini saya nightmare ditelepon terus Pak Wamen ESDM soal pajak gross split. Maka kita mendorong kepastian bisnis ke investor," kata dia.