Geram dengan permainan harga kebutuhan pokok, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita kini memilih jalan keras. Para produsen dan distributor diikat dengan kesepakatan harga. Siapa melanggar, akan disikat.

“Saya sudah capek,” katanya menjelaskan kepada para Pemimpin Redaksi media massa di kantornya di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis malam lalu. “Karena itu, risiko ini saya ambil.”

Advertisement

Pertemuan yang dihadiri oleh seluruh jajaran Kementerian Perdagangan itu, tanpa protokoler. Enggar sendiri yang langsung membuka acara dan memaparkan maksudnya mengundang media. Sehari sebelumnya, kalangan ekonom dan pemerhati sektor perdagangan yang diundang ke ballroom yang sama.

Menurut politisi Partai Nasional Demokrat ini, komitmen semua pihak untuk menjaga harga barang-barang kebutuhan pokok amat penting, khususnya menjelang bulan Ramadan dan Lebaran. “Seolah-olah di setiap menjelang Lebaran, menjadi keharusan harga-harga naik.” Padahal, seharusnya kini kenaikan harga bisa diredam, berhubung telah ada kesepakatan patokan harga.

Karena itu, ia pun meminta agar media tidak memunculkan isu kenaikan harga secara sporadis, yang bisa memicu efek psikologis pasar. Sebab, upaya pemerintah mengerem laju kenaikan harga akan sia-sia. “Konsumen pada akhirnya yang dirugikan, dan kelompok miskin yang paling menderita dari terjadinya inflasi,” ujarnya.

(Baca: Supermarket Akan Jual 3 Bahan Pangan dengan Harga Acuan Pemerintah)

Ada empat bahan kebutuhan pokok yang disinggungnya, yakni gula, minyak goreng, daging dan bawang putih. Khusus untuk gula, Enggar menyoroti praktik kartel harga yang sudah berlangsung lama, seolah tanpa perlawanan. Para pengendali harga gula ini sejatinya dikenal sejak lama dengan julukan“Tujuh Samurai”.

Gula
(ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Enggar tak menampik keberadaan mereka, meski ia tak mau menyebut nama-namanya. Yang jelas, pemerintah tak mau kalah nyali. Pada sekitar awal April lalu, ia mengundang para pemain kunci di bisnis gula ini, baik dari kalangan produsen maupun distributor. Mereka didudukkan di satu meja, diminta membahas sampai tuntas berapa patokan harga jual gula yang bisa disepakati.

Yang hadir haruslah pucuk pimpinan dari perusahaan-perusahaan itu. Kalau pun diwakilkan, maka ia harus mendapat kuasa penuh untuk bisa mengambil keputusan. Bagi yang tak bisa memenuhi syarat itu, dipersilakannya keluar ruangan. “Mereka harus menghormati pemerintah, karena rapat ini pun langsung dipimpin oleh Menteri,” kata Enggar.

Semua peserta “dikunci” tak boleh meninggalkan ruangan. Ada yang beralasan harus segera ke bandara, karena sudah mengantongi tiket ke Bali. “Saya bilang, saya akan ganti tiketnya,” kata Enggar. “Kalau perlu penginapan, saya juga sediakan.” Akhirnya, peserta itu pun menyerah pasrah.

Rapat berlangsung hingga lewat tengah malam. Setelah melalui perdebatan alot, akhirnya sekitar pukul 01.30 dini hari, kesepakatan dicapai. Disepakati bahwa harga eceran tertinggi (HET) penjualan gula sebesar Rp 12.500 per kilogram.

Proses serupa dilakukan untuk dua komoditas lainnya, yakni minyak goreng dan daging, yang masing-masing dipatok harga maksimum sebesar Rp 11 ribu per liter dan Rp 80 ribu per kilogram. “Semua baru boleh pulang, kalau sudah dicapai kesepakatan,” ujar Enggar.

Kesepakatan itu dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) dan distributor gula, minyak goreng dan daging. MoU diteken pada 4 April 2017 di Kementerian Perdagangan. Masyarakat dapat memperoleh komoditas pangan tersebut di gerai retail modern terhitung sejak 10 April 2017.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement