Darurat Kekerasan Seksual, Tiap Pekan 1 Kasus di Satuan Pendidikan

Aditya Widya Putri
3 Juni 2023, 14:02
Sejumlah relawan membawa poster saat penandatanganan petisi perlindungan anak di Sarinah, Jakarta, Minggu (8/1/2023). Gerakan Peduli Anak menggelar penandatanganan petisi untuk meminta agar hak-hak anak dapat dipenuhi oleh orangtua dan meminta kasus keker
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Sejumlah relawan membawa poster saat penandatanganan petisi perlindungan anak di Sarinah, Jakarta, Minggu (8/1/2023). Gerakan Peduli Anak menggelar penandatanganan petisi untuk meminta agar hak-hak anak dapat dipenuhi oleh orangtua dan meminta kasus kekerasan seksual kepada anak atau wanita tidak diselesaikan secara restorative justice.

Pendataan kasus kekerasan seksual (KS) oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa Indonesia tengah darurat kekerasan seksual. Dalam waktu 5 bulan, ada 22 kasus KS di satuan pendidikan dengan jumlah korban 202 anak.

Pendataan tersebut mereka lakukan di wilayah satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Agama (Kemenag).

“Ini data sejak Januari sampai dengan Mei 2023. Para pelaku KS merupakan orang-orang yang seharusnya dihormati dan melindungi peserta didik,” ungkap Retno Listyarti, Ketua Dewan pakar FSGI.

Para pelaku kebanyakan terdiri dari guru (31,8%), pemilik atau pemimpin pondok pesantren (18,2%), kepala sekolah (13,63%), guru ngaji (satuan pendidikan informal) sebanyak 13,63%, pengasuh asrama/pondok (4,5%), kepala madrasah (4,5%), penjaga sekolah (4,5%) dan lainnya (9%).

Dari 22 kasus KS yang terjadi disatuan pendidikan sepanjang Januari-Mei 2023, setengahnya (50%) terjadi di satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek. Dari 11 kasus ada 1 kasus KS di Kabupaten Banyumas terjadi di luar sekolah. Pihak sekolah justru menambah dugaan kekerasan dengan memaksa orangtua membuat surat pengunduran diri.

“Mereka menganggap kejadian tersebut mencoreng nama baik sekolah. Padahal korban merupakan siswa dari keluarga tidak mampu dan merupakan korban perkosaan 8 orang tetangganya,” lanjut Retno.

Selanjutnya sebanyak 8 kasus atau 36,36% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Kemudian 3 kasus (13,63%) terjadi di lembaga pendidikan informal, yaitu tempat pengajian di lingkungan rumah. Korban mencapai puluhan anak.

Retno mengungkap pelaku guru ngaji di kabupaten Batang, Jawa Tengah melakukan kekerasan seksual pada 21 korban. Kasus guru ngaji di Sleman mencapai 15 korban, dan guru ngaji di Garut mencapai 17 korban. Usia korban berkisar 5-13 tahun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...