Memahami Devaluasi, Pengertian dan Sejarah Penerapannya di Indonesia
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara oleh pemerintah yang bersangkutan terhadap mata uang negara lain. Devaluasi terjadi akibat kebijakan moneter yang menetapkan suatu patokan kurs tetap terhadap mata uang asing.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), devaluasi adalah penurunan nilai uang yang dilakukan dengan sengaja terhadap uang luar negeri atau terhadap emas, misalnya untuk memperbaiki perekonomian. Devaluasi mengurangi biaya ekspor suatu negara, sehingga meningkatkan kompetisi di pasar global dan biaya impor. Jika biaya impor lebih mahal, konsumen domestik cenderung tidak membelinya, sehingga berpotensi meningkatkan penjualan barang-barang dalam negeri.
Tujuan Devaluasi
Tujuan devaluasi yaitu:
- Membuat stabil nilai mata uang dalam negeri.
- Menjaga nilai ekspor-impor dan nilai devisa negara.
- Meningkatkan ekspor dan pemakaian produksi dalam negeri.
- Memperbaiki imbangan pada neraca pembayaran dan neraca perdagangan.
- Mengimbangi kelebihan pembelanjaan diatas produksi.
Dampak Devaluasi
Adapun dampak devaluasi yaitu:
- Harga barang ekspor menurun dan jumlah barang yang diekspor ke luar negeri meningkat.
- Harga barang impor meningkat dan jumlah barang yang diimpor dari luar negeri menurun.
- Neraca perdagangan cenderung surplus karena terjadi peningkatan ekspor dan penurunan impor pada saat yang bersamaan.
Riwayat Devaluasi di Indonesia
Devaluasi di Indonesia telah dilakukan sebanyak empat kali. Berikut penjelasannya.
1. Devaluasi Tahun 1971
Berdasarkan buku Menembus Batas, pada tanggal 23 Agustus 1971, pemerintah melakukan devaluasi pertama kali dan menaikkan harga Dolar As dari Rp378 menjadi Rp415. Harga Dolar AS tersebut bertahan paling lama dalam sejarah ekonomi Orde Baru hingga 15 November 1978.
2. Devaluasi Tahun 1978
Devaluasi tanggal 15 November 1978 bertujuan untuk mendorong sektor ekspor di Indonesia. Saat itu, pemerintah tidak lagi mematok harga Dolar As pada tingkat tertentu, tetapi membiarkannya hingga mengambang terkendali atau disebut managed floating exchange rate.
Dikutip dari buku Pengantar Keuangan Internasional, pada sistem kurs mengambang terkendali ini, nilai rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan rentang tertentu. Penerapan sistem ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi (pelemahan) terhadap Dolar AS.
3. Devaluasi Tahun 1983
Kebijakan devaluasi kembali diterapkan pada 30 Maret 1983. Saat itu, harga minyak di pasar global menurun tajam sehingga pendapatan devisa berkurang drastis. Program penggalakan ekspor non migas dan penggunaan produk dalam negeri mulai gencar dilaksanakan. Namun, rupiah tetap mengalami depresiasi.
4. Devaluasi Tahun 1986
Pemerintah menerapkan kebijakan devaluasi untuk keempat kalinya pada 12 September 1986. Saat itu, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 40% sejak devaluasi tahun 1983. Hingga akhir Oktober 1997, rupiah terus terdepresiasi hingga 124%.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating rate). Sistem ini menyerahkan nilai tukar seluruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi ekuilibrium yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal negara yang bersangkutan.
Meski demikian, sistem kurs mengambang bebas tidak lepas dari campur tangan pemerintah dengan dasar hukum Undang-Undang No. 23 dan 24 tahun 1999 yang memberi Bank Indonesia kewenangan untuk melakukan intervensi berkala, selektif, dan pada waktu yang diperlukan. Sistem kurs mengambang bebas ini masih diterapkan hingga sekarang.
Perbedaan Devaluasi dan Sanering
Devaluasi serupa dengan sanering. Namun, terdapat perbedaan di mana sanering merupakan pemotongan nilai untuk mata uang dalam negeri. Sedangkan devaluasi merupakan penurunan nilai tukar dari mata uang asing.
Kebijakan sanering diikuti dengan penarikan uang yang sedang berlaku dan menggantikannya dengan uang baru. Sanering dilakukan oleh bank sentral saat negara mengalami hiperinflasi. Sedangkan devaluasi bertujuan memperbaiki neraca perdagangan dan pembayaran.
Berdasarkan Buku Siswa Ekonomi Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, devaluasi mengakibatkan harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah jika dibeli dengan mata uang asing, sehingga mampu bersaing dengan barang-barang luar negeri dan meningkatkan jumlah ekspor. Adanya peningkatan ekspor berdampak pada perbaikan neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
Penerapan Devaluasi dan Sanering di Indonesia
Mengutip buku Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, kebijakan devaluasi telah dilakukan sebanyak empat kali dan sanering dua kali. Berikut contoh kebijakan devaluasi dan sanering di Indonesia.
Periode | Kebijakan | Perubahan |
20 Maret 1950 | Sanering | Nilai uang dipotong sebesar 50%. Misalnya, uang Rp1.000 nilainya menjadi Rp500. Kebijakan ini dikenal dengan istilah Gunting Syarifudin. |
13 Desember 1965 | Sanering | Pemerintah menarik semua peredaran uang diganti dengan mata uang baru, yaitu Rp1.000 menjadi Rp1. |
23 Agustus 1971 | Devaluasi | Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 10% dari Rp378 menjadi Rp415 per satu Dolar AS. |
15 November 1978 | Devaluasi | Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 50,6% dari Rp415 menjadi Rp625 per satu Dolar AS. |
30 Maret 1983 | Devaluasi | Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 38% dari Rp702 menjadi Rp970 per satu Dolar AS. |
12 September 1986 | Devaluasi | Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 45% dari Rp1.134 menjadi Rp1.644 per satu Dolar AS. |
Demikian penjelasan lengkap tentang devaluasi.