Mengenal Istilah Dead Stock, Definisi, Dampak, dan Cara Mengatasinya
Menjalankan suatu usaha atau bisnis jelas bukan perkara mudah, karena banyak permasalahan yang harus dihadapi. Salah satu masalah yang kerap dihadapi pelaku usaha adalah terjadinya dead stock.
Dead stock adalah istilah yang merujuk keadaan barang persediaan atau inventory di gudang, yang tidak bisa lagi dijual karena alasan barang tersebut rusak, cacat, atau usang. Masalah inventory ini tentunya menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha.
Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk mengendalikan persediaan yang ada di gudang. Berikut ini akan dibahas secara perinci mengenai apa sebenarnya dead stock, serta apa saja dampak yang ditimbulkan, dan bagaimana cara menghindarinya.
Definisi Dead Stock
Dead stock adalah kondisi saat persediaan barang yang terlalu lama disimpan di dalam gudang tidak laku lagi dijual di pasar. Istilah ini mencakup barang dalam kondisi rusak atau kedaluwarsa, barang sisa dari produk musiman, serta barang yang salah pengiriman.
Mengutip majoo.id, seringkali dead stock terjadi karena pelaku usaha luput dalam melakukan analisis pergerakan barang. Seperti diketahui, dalam pergerakan inventory dikenal fast moving, yakni jenis barang yang cepat keluar dari gudang dan laku terjual.
Kemudian, ada pula slow moving, yang merupakan barang yang kurang laku atau terlambat keluar dari gudang. Nah, slow moving inilah yang kerap menyebabkan dead stock.
Oleh karena itu, penting bagi pemilik bisnis untuk mengetahui cara menganalisis barang fast moving dan slow moving, agar risiko terjadinya dead stock dapat diminimalisir.
Dampak Dead Stock
Dead stock memiliki sejumlah dampak negatif pada bisnis. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari adanya dead stock, adalah sebagai berikut.
1. Kehilangan Potensi Pendapatan
Dampak terbesar dead stock adalah bisnis akan kehilangan potensi pendapatan. Ini terjadi, karena pengadaan barang sejatinya adalah investasi yang dilakukan oleh pelaku usaha. Investasi tersebut hanya akan mendatangkan keuntungan ketika barang berhasil dijual. Apabila terjadi dead stock, maka peluang keuntungan dari investasi tersebut akan hilang.
2. Peningkatan Biaya Holding
Biaya holding atau dikenal juga dengan istilah inventory carrying cost, dapat diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan produk. Umumnya, carrying cost ini mencakup ruang penyimpanan (gudang), tenaga kerja, dan asuransi. Semakin banyak barang yang mengalami dead stock, maka biaya holding yang ditanggung suatu bisnis akan meningkat.
3. Perusahaan Kehilangan Opportunity
Semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh pelaku usaha untuk mengatasi masalah dead stock, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan atau opportunity dalam hal lainnya. Sebab, tenaga kerja dan waktu yang ada akan habis tersita untuk mengatasi masalah inventory ini, ketimbang fokus pada kesempatan yang berpotensi mendatangkan keuntungan.
4. Mempersempit Ruang Inventory
Terjadinya dead stock, akan mengambil ruang rak di gudang yang seharusnya dapat digunakan untuk produk yang lebih cepat terjual. Ini akan berdampak pada permasalahan penumpukan barang yang akan memusingkan pelaku usaha, dan berpotensi menghambat laju bisnis.
Penyebab dan Cara Menghindari Dead Stock
Seperti telah disebutkan sebelumnya, dead stock adalah kondisi di mana terjadi penumpukan barang yang tidak dapat atau sulit dijual di gudang. Kondisi ini tentunya tidak muncul begitu saja.
Setidaknya ada delapan penyebab dead stock terjadi dalam sebuah bisnis. Pertama, pelaku usaha melakukan perhitungan inventory tidak akurat. Cara menghindarinya, bisa dengan menerapkan beberapa strategi peningkatan akurasi perencanaan.
Peningkatan akurasi perencanaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menganalisis history pesanan, memadukan data kondisi ekonomi, dan melacak aktivitas kompetitor.
Kedua, pelaku usaha menjalankan praktik pembelian yang tidak konsisten. Adanya permintaan yang rendah atau pemesanan barang terlalu banyak dapat menyebabkan perusahaan terjebak dengan kelebihan persediaan, sehingga menyebabkan dead stock.
Cara menghindarinya, adalah dengan menjalankan pembelian yang konsisten, dengan memperhatikan dua key performance indicator (KPI), yakni rasio perputaran persediaan, dan penyusunan ulang re-order point.
Rasio perputaran persediaan, dilakukan untuk mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menjual inventory, dan menghitung persediaan barang dijual dan diganti selama periode tertentu.
Sementara, re-order point merupakan jumlah persediaan minimum barang sebelum dipesan. Cara menghitungnya, adalah dengan mengalikan tingkat penggunaan harian rata-rata barang, dengan waktu tunggu pesanan, dan menambahkan stok keamanan yang diperlukan.
Ketiga, perusahaan melakukan stock keeping unit (SKU) yang berlebihan. Dead stock dapat terjadi, saat pelaku usaha menimbun berbagai macam produk. Penimbunan produk sekilas terlihat sebagai cara yang baik untuk memperluas basis pelanggan. Namun, semakin banyak SKU yang ditawarkan, maka akan ada banyak produk yang harus dikelola.
Cara menghindari dead stock karena jumlah SKU yang berlebihan, adalah dengan melakukan analisis SKU. Ini dilakukan, dengan mengidentifikasi mana produk yang berkinerja yang baik dan buruk. Semakin cepat perusahaan melihat barang-barang yang bersifat slow moving, maka perusahaan dapat menghemat biaya dan menghindari dead stock.
Keempat, kurangnya komunikasi antara manajemen dengan tim atau staf gudang. Kemungkinan yang sering terjadi, adalah staf gudang menumpuk persediaan, karena manajemen tidak mengomunikasikan jumlah persediaan yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan dengan baik.
Cara menghindari permasalahan dead stock karena miskomunikasi ini, adalah dengan membuat laporan setiap pekan, serta melakukan briefing antara manajemen dan tim gudang.
Kelima, penjualan produk yang buruk. Dead stock bisa terjadi karena performa penjualan suatu produk yang buruk, sehingga menyebabkan menumpuknya produk tersebut di gudang.
Produk yang tidak terjual ini bisa disebabkan karena berbagai macam, seperti harganya yang terlalu tinggi, kurang menarik dibandingkan produk kompetitor, atau tidak sesuai dengan kebutuhan target pasar.
Cara menghindari dead stock karena performa penjualan ini, adalah dengan menentukan penyebab penjualan yang buruk tersebut. Caranya, dengan melakukan penyesuaian harga, serta merevisi strategi manajemen inventory.
Keenam, penurunan permintaan terhadap suatu produk. Perubahan kondisi pasar dapat menyebabkan terjadinya penurunan permintaan secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi. Hal ini, dapat menyebabkan dead stock.
Cara menghindarinya, adalah dengan mempertahankan pola manajemen inventory yang efisien. Sehingga, pemesanan produk secara berlebihan dapat dihindari. Selain itu, perusahaan juga bisa menghindari dengan menyiapkan rencana darurat apabila permintaan suatu produk turun.
Ketujuh, kualitas produk buruk. Kualitas suatu produk dapat menyebabkan dead stock. Ini utamanya terjadi apabila produk yang dijual rusak, atau di bawah standar dapat menyebabkan produk tidak dibeli oleh konsumen.
Cara menghindarinya, adalah dengan menetapkan standar yang ketat untuk bahan baku dan produk, sebelum produk tersebut masuk ke gudang atau dalam proses pembuatan.
Kedelapan, minat pelanggan terhadap produk yang dijual kurang. Jika pelanggan kurang tertarik pada produk yang ditawarkan, kemungkinan besar produk tersebut akan mengalami dead stock.
Cara menghindarinya, adalah dengan riset pasar yang lebih baik, termasuk berbicara langsung dengan calon konsumen, sehingga perusahaan mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
Cara Mengatasi Dead Stock
Dead stock adalah masalah yang cukup umum pada sebuah bisnis, dan hampir semua perusahaan mengalaminya. Namun, masalah ini bukan tanpa solusi, karena ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meminimalisirnya.
Secara umum, untuk meminimalisir dead stock dapat dilakukan melalui strategi jangka pendek dan jangka panjang. Secara perinci, strategi-strategi yang dimaksud, adalah sebagai berikut.
1. Strategi Jangka Pendek
Dalam jangka pendek, ada lima strategi jangka pendek untuk mengatasi masalah dead stock. Lima strategi tersebut, antara lain:
Memberikan Diskon
Strategi yang paling mudah menyingkirkan produk dead stock, adalah memberikan diskon besar kepada konsumen, dengan harapan dapat meningkatkan permintaan terhadap produk.
Produk dead stock tersebut mungkin tidak dapat menghasilkan keuntungan dengan strategi ini, tapi perusahaan dapat memulihkan beberapa biaya produksi dan meningkatkan ruang penyimpanan gudang.
Membuat Bundling
Perusahaan juga dapat menjalankan strategi bundling produk dead stock dengan produk lain yang masih berkaitan. Harapannya, ini akan mampu meningkatkan permintaan. Dengan fokus ke permintaan yang lebih tinggi ini dapat menyingkirkan persediaan produk dead stock di dalam gudang.
Menjual Produk Dead Stock di Marketplace
Pilihan lain yang dapat dipertimbangkan perusahaan, adalah menjual produk dead stock secara daring atau online di marketplace. Untuk menjalankannya, perusahaan bisa membuat beberapa campaign yang menarik, sehingga calon konsumen tertarik membeli.
Mengembalikan Produk ke Supplier
Perusahaan juga bisa bernegosiasi dengan supplier untuk mengembalikan produk dead stock. Meski demikian, hal ini tentunya tergantung apakah ada syarat dan ketentuan terkait pengembalian pada saat perusahaan dan supplier mengikat perjanjian jual beli.
Mendonasikan Produk
Mendonasikan produk juga bisa menjadi pilihan untuk mengatasi dead stock. Cara ini memang tidak mendatangkan keuntungan, namun dengan mendonasikan produk, dampak negatif yang ditimbulkan ari dead stock seperti berkurangnya space gudang, dapat teratasi.
Selain itu, dengan mendonasikan produk dead stock, produk akan diperlakukan dengan baik (dikonsumsi), ketimbang berakhir di tempat pembuangan yang dapat berpotensi merusak lingkungan.
Patut diingat, bahwa produk dead stock yang didonasikan bukan merupakan produk yang sama sekali tidak bisa dipakai atau dikonsumsi. Melainkan, produk-produk yang masih layak dikonsumsi, dan tidak melewati waktu kedaluwarsa
2. Strategi Jangka Panjang
Beberapa strategi jangka panjang yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi dead stock, antara lain:
Rutin Menjalankan Stock Opname
Pelaku usaha dapat mewajibkan staf gudang untuk secara rutin stock opname. Ini harus dilakukan, agar manajemen mendapatkan stok barang secara riil, yang dapat dijadikan acuan bagi production planning and inventory control (PPIC), serta menetapkan kebijakan pembelian, saat melakukan perencanaan produksi serta pembelian material.
Menghabiskan Stok Lama
Perusahaan juga bisa menunda proses pergantian spesifikasi produk, dengan cara menghabiskan stok yang lama terlebih dahulu kepada bagian engineering dan marketing. Apabila tidak bisa dilakukan, manajemen bisa meminta kepada engineering agar material spesifikasi produk lama yang masih tersisa di gudang dialihkan ke tipe yang lain.
Memperbarui Layout Tempat Penyimpanan
Memperbarui layout tempat penyimpanan atau gudang bisa menjadi cara alternatif untuk mengatasi dead stock. Ini dapat dijalankan, dengan melakukan reposisi material, yakni mengelompokkan produk sesuai dengan material yang ada.
Melakukan Forecast Pembelian
Manajemen bisa melakukan forecast pembelian untuk beberapa bulan ke depan sesuai dengan data kebutuhan yang didapat dari marketing. Ini dilakukan sebelum melakukan negosiasi dengan supplier, yang mensyaratkan adanya minimum order.
Salah satu alasan yang perlu diketahui tentang penerapan minimum order adalah, biaya yang ditanggung supplier akan tertutup bila memproduksi barang sesuai dengan jumlah minimum.
Dengan cara memberikan forecast dalam beberapa bulan ke depan, supplier bisa melakukan proses produksi dalam satu jalan. Sisa produksi yang belum diminta bisa disimpan di gudang supplier terlebih dahulu.