Menilik Perlakuan Perpajakan untuk Reseller dan Dropship

Image title
1 April 2022, 12:52
perpajakan
Instagram/@jubelio
Ilustrasi, layanan toko online. Reseller dan dropship menjadi istilah yang tidak asing di era belanja online. Meski skalanya tidak besar, dua jenis usaha ini tetap tidak lepas dari aturan perpajakan. Beberapa pajak yang dikenakan antara lain PPN dan PPh.

Istilah reseller dan dropship sudah tidak asing dalam bisnis daring atau online. Dua jenis usaha ini menjadi salah satu cara yang populer untuk menjual produk secara online.

Adanya dropship dan reseller ini membantu produsen atau supplier menjual lebih banyak barang. Selain itu, keberadaan dua jenis usaha ini juga membantu produk terjual di pangsa pasar lebih luas. Konsumen mudah untuk mendapatkan produk karena dijual di pasaran.

Nah, apa itu reseller dan dropship, serta seperti apa perlakuan perpajakan pada dua bidang usaha ini? Berikut penjelasannya.

Pengertian Reseller dan Dropship

Mengutip dari ukmindonesia.id, reseller berasal dari bahasa Inggris. Kata 're' yang artinya 'kembali' dan 'sell' artinya menjual, sementara 'er' artinya pelaku. Jadi, reseller adalah orang yang membeli produk dari berbagai pihak, yang kemudian dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan.

Reseller termasuk kata tak asing dalam bisnis daring dewasa ini. Kata reseller sering diartikan sebagai orang yang menjual kembali produk. Barang tersebut dijual dengan harga lebih tinggi sehingga memberikan menguntungkan.

Patut diingat, reseller bukan menjadi bagian dari supplier atau produsen. Sebab, sistem kerja reseller adalah membeli barang dan membuat stok di tempatnya sendiri, baru kemudian menjualnya kepada konsumen. Tugas pengiriman barang ke konsumen juga dilakukan oleh pihak reseller, bukan supplier.

Sementara, dropship adalah teknik pemasaran dimana penjual tidak menyimpan barang. Sistem dropship ini dilakukan ketika penjual mendapatkan pesanan, kemudian meneruskan detail pesanan pada produsen atau supplier. Orang yang menjalankan kegiatan ini disebut dropshipper.

Sistem dropship berbeda dengan reseller yang perlu menyimpan barang. Cara kerja dropship juga berbeda dengan reseller, yang harus membeli produk terlebih dahulu dengan harga murah. Sementara, dropship hanya meneruskan pemesanan ke supplier. Pengiriman barang ke konsumen dilakukan oleh supplier.

Dua bidang usaha ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika ingin menjadi reseller, diperlukan modal yang cukup besar untuk membeli barang dari supplier agar dapat membuat stok. Keuntungannya, supplier akan memberikan diskon atau harga spesial, karena pembelian dilakukan dalam jumlah besar. Reseller juga dapat melihat kualitas produk secara langsung, sehingga bisa mengelola penjualan secara langsung.

Sementara, menjalankan usaha dropship memang tidak membutuhkan modal besar. Sebab, dropshipper hanya perlu mempromosikan dan menjual barang supplier, tanpa perlu melakukan penyetokan barang. Namun, dropshipper tidak dapat melihat kualitas barang yang akan dikirimkan ke konsumen. Sehingga, jika ada kesalahan dalam pesanan, konsumen akan mengira jika pelayanan dropshipper yang kurang baik.

Perlakuan Perpajakan untuk Reseller dan Dropship

Sebagai bagian dari dunia usaha, reseller dan dropship pun tidak luput dari aturan perpajakan. Mengutip www.online-pajak.com, berikut ini beberapa jenis pajak yang berkaitan dengan pelaku usaha reseller dan dropship.

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Kewajiban pemungutan, pelaporan dan penyetoran PPN dikenakan apabila reseller atau dropship telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Kriteria reseller atau dropshipper yang dikukuhkan sebagai PKP adalah, memiliki omzet mencapai lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Jika sudah dikukuhkan sebagai PKP, maka reseller wajib membayar serta memungut PPN atas setiap transaksinya, saat membeli barang dari produsen maupun ketika menjualnya ke konsumen.

Ketika membeli barang dari produsen, reseller akan menerima faktur pajak dan wajib membayar PPN atas transaksi yang dilakukan. Faktur pajak ini kemudian akan dilaporkan oleh pihak produsen. Selanjutnya, faktur pajak atas transaksi tersebut dapat dilampirkan dan menjadi pengurang saat reseller menjual barangnya ke konsumen.

Sebagai contoh, misalnya PT ABC merupakan reseller dari PT DEF melakukan pembelian satu unit barang senilai Rp 5 juta. Atas transaksi ini, PT ABC dikenakan pungutan PPN sesuai tarif yang berlaku, yakni 11%. Sehingga, harus membayar kepada PT DEF sebesar Rp 5,55 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...