Sri Mulyani Peringatkan Kenaikan Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta perbankan syariah mewaspadai dampak pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum mereda. Sebab, berlanjutnya pandemi corona berisiko meningkatkan rasio pembiayaan bermasalah.
Selain peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF), Menkeu mengingatkan risiko penurunan kualitas aset keuangan dan profitabilitas perbankan syariah. Kemudian, pandemi corona juga berisiko membuat pertumbuhan perbankan syariah turun, atau bahkan negatif.
"Pertumbuhan berpotensi turun atau negatif, meski pada 2019 perbankan syariah berhasil mencapai pertumbuhan dua digit, dengan pangsa pasar pembiayaan naik di atas 5%," kata Sri Mulyani dalam sebuah forum diskusi virtual, Kamis (23/7).
Risiko peningkatan rasio NPF dapat terjadi, karena mayoritas pembiayaan bank syariah disalurkan untuk pembiayaan konsumtif, terutama untuk pembiayaan rumah dan multiguna.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 31 Maret 2020 pembiayaan rumah yang dikucurkan perbankan syariah tercatat sebesar Rp 83,7 triliun. Sementara, pembiayaan untuk peralatan rumah tangga termasuk multiguna tercatat mencapai Rp 55,8 triliun.
Sedangkan, pembiayaan perbankan syariah untuk sektor produktif sepanjang kuartal I 2020 paling banyak disalurkan ke sektor perdagangan besar dan eceran, sebesar Rp 37,3 triliun. Diikuti oleh sektor konstruksi sebesar Rp 32,5 triliun, dan industri pengolahan Rp 27,6 triliun.
Dilihat dari risiko pembiayaan bermasalah, rasio NPF perbankan syariah menunjukkan adanya peningkatan, walaupun masih di bawah ambang batas 5% yang ditetapkan OJK. Pada Maret 2020, NPF perbankan syariah tercatat di level 3,43%, naik dibandingkan bulan sebelumnya, yang sebesar 3,38%.
Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap perbankan syariah bisa merevisi target pertumbuhan, sama seperti perbankan konvensional. Sebab, peningkatan risiko tidak hanya mempengaruhi kemampuan lembaga keuangan syariah menyalurkan pembiayaan, tetapi juga berpengaruh terhadap upaya mendorong kembali perekonomian nasional.
Tak hanya berpotensi menggerus perbankan syariah, pandemi corona juga dinilai memberikan dampak bagi industri keuangan syariah secara keseluruhan.
Menkeu mencontohkan, indeks saham syariah atau Jakarta Islamic Index sempat anjlok ke level 400 pada Maret 2020. Sebelum akhirnya perlahan bangkit ke level 500 pada April 2020.
Padahal, stabilitas pertumbuhan pasar modal syariah sangat diperlukan untuk pemulihan isntitusi keuangan syariah. Khususnya, industri takaful dan asuransi syariah. Menurutnya, industri takaful, sangat banyak menginvestasikan dana kelolaannya di pasar modal syariah.
"Dengan demikian, koreksi tajam JII pasti akan mempengaruhi pengelolaan dana di industri takaful," ujar Sri Mulyani.