Sri Mulyani Ungkap Lima Hambatan UMKM Menembus Pasar Ekspor
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran sentral dalam perekonomian lantaran mampu menciptakan kesempatan kerja yang besar. Namun, kontribusi UMKM dalam meningkatkan ekspor masih minim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peningkatan peran UMKM terhadap kinerja ekspor menjadi pekerjaan rumah bersama. Menurut dia, masih terdalpat sedikitnya lima hambatan bagi para pelaku UMKM untuk menembus pasar ekspor.
Pertama, minimnya pengetahuan UMKM terkait legalitas seperti nomor pokok wajib pajak (NPWP). Sri Mulyani mengatakan, beberapa aturan, terkait pembatasan ekspor dan impor, izin usaha, perdagangan, sertifikasi pangan, sertifikasi halal, dan mahalnya biaya sertifikasi juga menjadi penghalang.
"Ini tugas bagi pemerintah untuk menyederhanakannya dan UMKM harus meperhatikan legalitas," ujar Sri Mulyani dalam acara Konferensi 500K Eksportir Baru "Memacu Ekspor UKM", Selasa (20/4).
Kedua, akses yang sulit untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan. Menurut dia, UMKM cenderung memiliki agunan dan modal yang terbatas sehingga dihadapkan suku bunga tinggi. Selain itu proses dan waktu pengajuan pinjaman yang lama, serta minimnya pembukuan.
Ketiga, minimnya pendampingan UMKM dalam meningkatkan kualitas, daya saing produk, tata kelola, dan manajemen perusahaan. Saat ini, menurut Sri Mulyani, berbagai kementerian/lembaga tengah berupaya membantu rogram pendapingan tersebut.
Keempat, masalah area produksi, antara lain minimnya standar produk yang menjadi penghalang UMKM untuk menembus pasar global. "Terjadi inkonsitensi dari produksi dan tidak terjadi keberlanjutan kualitas dan produknya," kata dia.
Sri Mulyani menuturkan bahwa bahan baku, serta riset dan pengembangan produk yang terbatas menjadi faktor penghambat produksi. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam rangka menambah anggaran bahkan insentif usaha agar riset dan pengembangan produk UMKM bisa berjalan.
Kelima, masalah pemasaran. Sri Mulyani mengatakan, UMKM memiliki informasi yang terbatas mengenai peluang pasar, minimnya promosi, serta terbatasanya literasi digital dan keuangan.
Ia menjelaskan, pemerintah saat ini tengah menegosiasikan sejumlah perjanjian perdagangan bebas (free treade agreement/FTA). Selain itu, pemerintah juga terus berupaya memangkas biaya logistik nasional agar ekspor lebih kompetitif. "Ini diharapkan menjadi peluang produk ekspor Indonesia terutama UMKM," katanya.
Head of Public Policy and Government Relations Shopee Radityo Triatmojo mengatakan, permintaan ekspor untuk produk UMKM lokal cukup tinggi sejak pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Shopee pun gencar menggaet UMKM lokal dan memperluas pasar tujuan ekspor luar negeri.
Pertumbuhan jumlah UMKM yang mengekspor produknya lewat Shopee cukup pesat. "Hingga saat ini, sudah ada 180 ribu UMKM lokal dengan 1,5 juga produk yang dipasarkan di lima negara," kata Radityo dalam acara webinar bertajuk 'Wujudkan 500 ribu Eksportir Baru Bersama Shopee dan Sekolah Ekspor', pada Kamis (1/4).
Jumlah ini melonjak dibandingkan Agustus 2020 lalu yang mencatatkan 20 ribu UMKM. Adapun pada 2019 saat memulai program ekspor, Shopee hanya melibatkan 10 UMKM binaan platformnya dengan ribuan produk pada pilot project program itu.
Para pelaku UMKM membutuhkan sejumlah bantuan dari pemerintah untuk mempertahankan bisnisnya selama pandemi Covid-19. Berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Binis Universitas Indonesia (UI), sebanyak 50,7% responden mengharapkan internet yang terjangkau.