PKS Minta Menaker Cabut Aturan Baru soal Pencairan JHT

Agustiyanti
13 Februari 2022, 09:43
JHT, Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan
ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Ilustrasi. BPJS Ketenagakerjaan mencatat, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya mencapai 3%, sedangkan pengunduran diri 55% dan PHK mencapai 35% per Desember 2021.

Partai Keadilan Sejahtera mengkritik aturan baru yang diterbitkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang antara lain mengatur pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) secara penuh baru dapat dilakukan saat usia pekerja mencapai 56 tahun. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut.

“Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi,” katanya dalam siaran pers, Sabtu, (12/02).

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi. Salah satunya, aturan mengenai penerimaan manfaat Jaminan Hari Tua yang baru diberikan kepada peserta setelah berusia 56 tahun.

"Bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika ia berhenti di usia 41 tahun. Ini tidak masuk akal,” ujar Netty.

Aturan terkait pencairan PHK ini juga berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya. Adapun berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3%, sedangkan pengunduran diri 55% dan  PHK mencapai 35%.

“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?” katanya. 

Ia mengatakan dana JHT dapat membantu pekerja untuk bertahan hidup. Netty mempertanyakan keberlangsungan pendapatan pekerja jika dana tersebut ditahan. 

leh karena itu, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut. Hal ini terutama karena banyak pekerja yang terkena PHK atau dirumahkan selama masa pandemi yang belum berakhir. 

Anggota Komisi IX DPR yang juga berasal dari fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati juga mengingatkan bahwa pencairan jaminan hari tua (JHT) dibutuhkan pekerja, yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah pandemi saat ini. "Kalau aturan JHT kini hanya bisa dicarikan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di-PHK belum ada," kata Mufida.

Menurut Mufida, peraturan ini tidak sensitif atas kondisi masyarakat saat ini. Setelah pekerja mengalami PHK dengan kesempatan kerja yang semakin sulit, menurut dia,  JHT tersebut merupakan harapan terbesar dari pekerja. Dana tersebut dapat digunakan untuk menyambung hidup dan modal usaha.

"Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dana uang pesangon dari pengusaha sangat sulit dan perlu waktu yang lama bagi pekerja untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, JHT menjadi harapan terbesar karena langsung cair setelah satu bulan masa tunggu," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, dana JHT juga diambil dari pekerja sehingga merupakan hak mereka. Dengan demikian, menurut dia,  kebijakan yang mengatur tentang proses penggunaan dana peserta BPJS Ketenagakerjaan harus berpihak kepada pekerja sebagai pemilik dana utama.

Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya memperkirakan, jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK hingga akhir 2021 sebanyak 143.065 orang. Sementara itu untuk jumlah pekerja yang berpotensi dirumahkan sebanyak 1.076.242 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...