Arus Dana Triliunan Rupiah Transaksi Mencurigakan di Perbankan RI
Berbagai otoritas dunia sudah mendengungkan gerakan anti pencucian uang sejak beberapa dekade silam. Namun, laporan terbaru konsorsium jurnalis investigasi internasional (ICIJ) menemukan bahwa bank-bank global masih memfasilitasi pengiriman dana mencurigakan lebih dari US$ 2 triliun atau setara Rp 29.400 triliun selama hampir dua dekade. Sebagian di antaranya mengalir ke dan dari Indonesia, difasilitasi oleh 20 bank lokal maupun kantor cabang bank asing.
Laporan tersebut berasal dari dokumen bocor berisi lebih dari 2.100 laporan yang diberikan bank dan perusahaan keuangan lain ke Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan Departemen keuangan AS. Badan ini adalah unit intelijen di jantung sistem global untuk memerangi pencucian uang.
Buzzeed News merupakan yang pertama memperoleh dokumen ini dan membagikannya kepada ICIJ. Konsorsium jurnalis yang sebelumnya membuat laporan terkenal dokumen Panama ini lantas membentuk tim yang terdiri dari 400 jurnalis dari 110 organisasi berita di 88 negara untuk menyelidiki seluruh bank di dunia dan aktivitas pencucian uang.
Secara keseluruhan, analisis yang dilakukan ICIJ pada dokumen-dokumen tersebut mengindentifikasi transaksi mencurigakan yang mengarah pada pencucian uang dan tindak kriminal lebih dari US$ 2 triliun. Transaksi dilakukan antara 1999 hingga 2018, yang antara lain mencakup transaksi US$ 514 miliar di JP Morgan dan US$ 1,3 triliun di Deutsche Bank.
Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbuka tak lepas dari cipratan aliran dana mencurigakan tersebut. Total transaksi dana yang mengalir keluar dan masuk Indonesia, menurut ICJI, mencapai US$ 505 juta atau sekitar Rp 7,4 triliun. Transaksi itu terdiri dari transaksi masuk sebesar US$ 218,5 juta dan keluar US$ 286,16 miliar.
Transaksi antara lain dilakukan melalui Bank of New York Mellon Corp sebanyak 312 transaksi, terdiri dari transaksi keluar sebesar US$ 85,72 juta dan transaksi masuk sebesar US$ 81,21 juta. Lalu Deutshce Bank AG sebanyak 49 transaksi berupa transaksi masuk sebesar US$ 130,821 juta.
Standard Chartered Plc sebanyak 116 transaksi dengan transaksi keluar sebanyak US$ 195 juta dan masuk sebesar US$ 6,46 juta. Kemudian JP Morgan Chase & Co memproses 19 transaksi keluar sebesar US$ 5,43 juta.
20 Bank Lokal dan Kantor Cabang Asing Terlibat
Transaksi mencurigakan oleh lima bank global tersebut melibatkan 20 bank lokal maupun kantor cabang bank asing di Indonesia. Beberapa di antaranya yakni Bank Mandiri, BNI, BCA, CIMB Niaga, China Construction Bank Indonesia, Bank Panin, dan DBS Indonesia.
Bank Mandiri terlihat memiliki transaksi mencurigakan paling banyak berdasarkan data ICJI mencapai 111 transaksi terdiri transaksi uang keluar sebesar US$ 250 juta dan masuk sebesar US$ 42,3 juta.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan menjelaskan pihaknya tak dapat menyampaikan seluruh informasi terkait nasabah karena merupakan rahasia bank sebagaimana yang diatur oleh undang-undang.
"Namun, Bank Mandiri secara sistematis menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme sebagaimana peraturan perundang-undangan," ujar Rully kepada Katadata.co.id, Selasa (22/9).
Selain tunduk pada peraturan di dalam negeri, Rully, menekankan pihaknya juga berusaha menyelaraskan upaya perusahaan dengan international best practices sebagaimana rekomendasi Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF).
Direktur Utama BCA Jahja Setiatmandja juga menenkankan, pihaknya selalu patuh dengan perundang-undangan anti pencucian uang serta pembiayaan terorisme saat dikonfirmasi terkait dana mencurigakan yang mampir melalui bank swasta terbesar itu. Berdasarkan data ICJI, ada 19 transaksi mencurigakan senilai US$ 753 ribu yang masuk ke Indonesia melalui BCA.
Direktur Utama Bank Panin Herwidyatmo juga tak dapat mengkonfirmasi transaksi mencurigakan yang berdasarkan laporan ICJI tercatat sebanyak 19 transaksi keluar dari Indonesia senilai US$ 5,42 juta. Pihaknya pun menunggu arahan dari regulator lantaran data yang disampaikan buka merupakan informasi resmi dari otoritas.
"Bank Panin senantiasa melaporkan transaksi mencurigakan dan transaksi dari dan ke luar negeri sesuai ketentuan yang berlaku," kata Herwidyatmo.
Komentar senada juga disampaikan Direktur Utama Maybank Indonesia Taswin Zakaria dan Direktur Kepatuhan CIMB Niaga Fransisca Oei. Kedua bankir itu menekankan upaya yang telah dilakukan guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang melalui masing-masing bank.
Berdasarkan data ICJI, sebanyak 7 transaksi mencurigakan keluar dari Indonesia sebesar US$ 4,9 juta terjadi melalui CIMB Niaga, 34 transaksi terdiri dari transaksi masuk senilai US$ 348 ribu dan transaksi keluar US$ 4,8 juta melalui Maybank Indonesia. Kemudian 9 transaksi terdiri dari dana keluar sebesar 2,7 juta dan masuk US$ 44 ribu.
Adapula 8 transaksi melalui DBS Indonesia terdiri transaksi masuk sebesar US$ 2 juta dan transaksi masuk US$ 1,5 juta. Lalu 2 transaksi terdiri dari transaksi masuk US$ 10,2 juta dan transaksi keluar US$ 428 ribu melalui BNI, serta 49 transaksi sebesar US$ 130 juta pada bank CCB Indonesia. Katadata.co.id telah berupaya mengkonfirmasi transaksi mencurigakan pada bank-bank tersebut tetapi hingga berita ini diturunkan belum memperoleh respons.
Menangapi laporan ICJI, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK menekankan industri perbankan di Indonesia telah menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko sebagaimana Rekomendasi Financial Action Task Force. FATF merupakan organisasi yang didirikan untuk mengembangkan kebijakan dalam memerangi pencucian uang.
Menurut Anto, laporan transaksi mencurigakan yang dilaporkan lembaga keuangan hingga April 2020 masih didominasi oleh perbankan. Hal ini, menurut dia, menunjukkan bahwa sistem anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dimiliki perbankan sudah cukup memadai dan telah diterapkan secara efektif di industri perbankan.
"Bank mampu mengidentifikasi dengan lebih baik adanya transaksi keuangan mencurigakan, dan dapat menindaklanjuti dengan melaporkannya kepada PPATK," ujar Anto.
Ketua PPATK Dian Rae menjelaskan informasi yang diperoleh ICJI, tidak berasal dari sumber resmi mitra PPATK, yakni FinCEN. Namun, pihaknya akan menggunakan segala informasi yang berasal dari mana saja sebagai imput didalam melakukan analisis dan pemeriksaan.
"Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap informasi tersebut kepada publik. Tetapi kami memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan," ujar Dian kepada Katadata.co.id.
Ia menjelaskan, produk laporan dari PPATK merupakan laporan intelijen yang bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyelidikan/penyidikan oleh aparat penegak hukum. Ke depan, menurut dia, pihaknya akan meningkatkan kerja sama dengan lembaga intelejen keuangan negara lain untuk menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan.
"Tapi itu semua bersifat sangat rahasia sesuai praktek-praktek intelejen keuangan internasional dan undang-undang yang berlaku," katanya.