Ekonomi Nyaris 0% Akibat Corona, 38 Juta Orang di Asia Terancam Miskin
Bank Dunia memproyeksikan akan terdapat tambahan 38 juta orang miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Proyeksi tambahan kemiskinan ini muncul meski Bank Dunia memproyeksi ekonomi di kawasan ini masih tumbuh 0,3% hingga 09%.
Berdasarkan laporan Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober 2020, 33 juta jiwa seharusnya telah keluar dari garis kemiskinan dan 5 juta jiwa lainnya kembali jatuh ke di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia menyebut kawasan Asia Timur dan Pasifik mengalami tiga guncangan, yakni pandemi Covid-19, dampak dari langkah-langkah pembatasan sosial, serta gema dari resesi global akibat krisis.
"Kegiatan ekonomi domestik mulai pulih di beberapa negara yang mampu menahan penyebaran virus, tetapi ekonomi kawasan sangat bergantung pada bagian dunia lain dan permintaan global yang masih lemah," kata Bank Dunia dalam laporan, Selasa (29/9).
Meski diproyeksi masih tumbuh, ekonomi kawasan ini akan berada pada tingkat terendah sejak 1967 pada tahun ini. Tiongkok diperkirakan tumbuh 2% pada 2020 didorong oleh pengeluaran pemerintah, ekspor yang lebih kuat, dan tingkat kasus baru Covid-19 yang rendah. Sementara sisa wilayah Asia Timur dan Pasifik diperkirakan minus hingga 3,5%.
Adapun garis kemiskinan ditetapkan pada US$ 5,5 per hari atau sebesar Rp 82 ribu per hari. Bank Dunia menekankan pentingnya upaya mitigasi seluruh pemerintah mengatasi lonjakan angka kemiskinan tersebut.
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia memproyeksi tambahan delapan juta orang miskin pada tahun ini. Perkiraan tersebut jika tak ada dukungan pemerintah untuk rumah tangga. "Ini akan menggagalkan usaha pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan dalam tujuh tahun terakhir," kata Bank Dunia.
Namun, Bank Dunia menilai jika bantuan ekonomi pemerintah disampaikan dengan tepat sasaran dan masyarakat bisa bekerja kembali pada kuartal III tahun 2020, angka kemiskinan dapat menurun dari 9,4% pada 2019 menjadi antara 8,2% hingga 9% pada tahun ini.
Dengan demikian, proyeksi pertambahan penduduk miskin akan sangat bergantung pada target dan pelaksanaan bantuan pemerintah, khusunya bantuan langsung tunai dana desa, program keluarga harapan, dan sembako.
Menurut Bank Dunia, keberhasilan penyaluran paket bantuan sosial untuk menekan kemiskinan akan bergantung pada identifikasi target penerima yang layak. "Ini adalah sesuatu yang perlu dipantau pada bulan mendatang," kata Bank Dunia.
Ambang batas tingkat kemiskinan US$ 3,2 dan tingkat kemiskinan US$ 5,5 tidak digunakan oleh Badan Pusat Statsitik untuk mengukur kemiskinan. Pendekatan yang dipakai oleh BPS adalah kemampuan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Menurut data BPS, Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8% atau 26,4 juta jiwa pada Maret 2020. Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Indonesia seperti pada dua tahun silam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebut mayoritas masyarakat kelompok 40% pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional. Bantuan tersebut baik dalam bentuk jaring pengaman sosial, bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun atau sekitar 0,9% terhadap PDB untuk JPS. "Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40% terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti Program Kartu Pra Kerja dan Program Padat Karya”, tulis Febrio dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (29/9).
Hify Survey yang dilakukan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa terdapat 90% dari masyarakat 40% terbawah yang telah mendapatkan setidaknya satu jenis bantuan. Pemerintah menyadari bahwa implementasi program jaringan pengaman sosial perlu dilakukan secara optimal, tepat sasaran dan cakupan memadai untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan. Hal ini perlu menjadi fokus evaluasi dan perbaikan ke depan untuk meningkatkan efektivitasnya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengaku tak mempermasalahkan jika ada penduduk miskin yang mendapat bantuan pemerintah lebih dari satu jenis. Namun, hal tersebut berlaku jika masyarakat mendapat bantuan dari pos yang berbeda seperti dari bantuan rumah tangga dan dunia usaha.
"Karena ini beda peruntukan karena kalau dia adalah pelaku usaha yang bayar pajak dia bisa mendapatkan insentif pajak juga. Buat saya selama peruntukannya tepat ini bukan tumpang tindih," kata Suahasil dalam sebuah diskusi virtual.