Pertimbangan Panjang Sri Mulyani untuk Rencana Kenaikan Cukai Rokok
Pemerintah tak kunjung mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih terus mengkaji kebijakan tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan.
"Kami akan sampaikan pengumumannya kalau memang sudah difinalkan keseluruhan aspek yang dilihat, terutama dalam situasi kita hadapi Covid-19," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi November 2020, Senin (23/11).
Pertimbangan yang dimaksud yakni cara mengurangi prevalensi merokok terutama anak-anak dan perempuan. Di sisi lain, pemerintah harus tetap melindungi industri dan petani tembakau. "Ini terutama pabrik yang bekerja menggunakan tangan," kata dia.
Pertimbangan lainnya yang masih akan dikaji yakni kemampuan memerangi rokok ilegal dengan menekan kenaikan jumlah rokok tersebut. Penerimaan negara dari cukai rokok juga akan menjadi pertimbangan lainnya.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menyarankan kenaikan cukai rokok pada tahun depan perlu ditunda. Apalagi, tahun ini pemerintah sudah menaikan tarif cukai rokok. "Artinya pemerintah masih sejalan dalam kebijakannya dalam upaya menurunkan prevalensi konsumsi rokok di Indonesia," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Senin (23/11).
Dia mengatakan bahwa tahun depan masih merupakan tahun konsolidasi ekonomi. Ini berarti ekonomi belum sepenuhnya kembali pada posisi sebelum pandemi.
Oleh karena itu, pelaku usaha memerlukan ruang untuk melakukan penyesuaian pada waktu konsolidasi ekonomi. Hal tersebut berlaku pula kepada pengusaha rokok.
Perusahaan rokok dalam negeri mengalami tekanan di tengah pandemi Covid-19 dan kenaikan tarif cukai tahun ini, meski ada yang mendulang keuntungan. Katadata.co.id membandingkan kinerja keuangan periode sembilan bulan yang berakhir September 2020 dari empat emiten rokok. Pertimbangannya, empat emiten rokok ini memiliki kapitalisasi pasar paling besar.
Kapitalisasi pasar perusahaan rokok terbesar adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang mencapai Rp 179,71 triliun hingga perdagangan sesi pertama di Bursa Efek Indonesia, Kamis (19/11). Kemudian PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencapai Rp 86,1 triliun pada saat yang sama.
Nilai kapitalisasi pasar PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) tercatat mencapai Rp 13,98 triliun. Sedangkan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) senilai Rp 1,19 triliun.
Di antara keempat perusahaan tersebut, Gudang Garam mengantongi pendapatan yang paling besar pada triwulan III 2020 dengan nilai Rp 83,37 triliun, tumbuh 2,02% dari periode yang sama tahun lalu. Raihan tersebut, lebih tinggi dibandingkan pesaing terdekatnya yaitu HM Sampoerna yang hanya Rp 67,77 triliun, turun 12,55% secara tahunan.
Penjualan Bentoel mengalami penurunan hingga 28,07% menjadi Rp 10,41 triliun. Sementara, penjualan Wismilak menjadi anomali karena tercatat meroket hingga 38,03% menjadi Rp 1,39 triliun.