Bank Dunia Sebut Harga Pangan di Indonesia Paling Mahal se-ASEAN

Agatha Olivia Victoria
18 Desember 2020, 14:19
Seorang ibu bersama anaknya berjalan keluar dari rumahnya di Desa Kotapulu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (2/10/2020). Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi angka kemiskinan akan kembali mengalami peningkatan pada
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/wsj.
Seorang ibu bersama anaknya berjalan keluar dari rumahnya di Desa Kotapulu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (2/10/2020). Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi angka kemiskinan akan kembali mengalami peningkatan pada periode September 2020, yakni naik 1,63 juta jiwa atau 0,56 persen sebagai akibat dari pandemi COVID-19. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/wsj.

Bank Dunia melaporkan harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini berpotensi membuat masyarakat miskin semakin sulit menjangkau makanan pokok.

Harga beras di Indonesia jauh lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya, meskipun ada dukungan publik yang signifikan untuk produksi beras. Pada periode  2012-2020, rata-rata harga beras di Indonesia  lebih dari dua kali lipat harga beras di Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Thailand dan sekitar 25% lebih tinggi dari harga di Filipina.

Advertisement

Inflasi harga juga tinggi untuk makanan bergizi yang kaya protein atau mikronutrien, seperti buah-buahan, sayuran dan produk ternak. Ini membebani konsumen Indonesia,  serta melemahkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat miskin dan rentan di Indonesia. "Harga tinggi karena biaya proses dan distribusi yang tinggi," demikian tertulis dalam Indonesia Economic Prospects (IEP) Desember 2020 yang dirilis Bank Dunia, Kamis (17/12).

Dalam kasus beras, misalnya, harga yang tinggi disebabkan oleh mahanya biaya penggilingan. Penggilingan padi di Indonesia sangat tinggi terfragmentasi dan memiliki tingkat efisiensi teknis yang relatif rendah. Sekitar 175 ribu pabrik kecil memiliki pemulihan penggilingan di bawah 56%, sedangkan 62% untuk 2 ribu pabrik skala besar. Pabrik modern yang lebih besar dan lebih efisien memainkan peran yang lebih menonjol di Thailand dan Vietnam.

Biaya proses dan kerugian penggilingan diperparah dengan biaya distribusi yang tinggi. Belum lagi, hambatan kebijakan perdagangan dan logistik makanan yang belum berkembang. Inefisiensi pemasaran ini pun berkontribusi pada keseluruhan tren kenaikan margin pada harga beras di tingkat petani dan eceran. Adapun tingginya harga makanan memberi dampak paling berat bagi rumah tangga termiskin.

"Dengan demikian, rumah tangga itu juga memiliki insiden malnutrisi dan “kelaparan tersembunyi” yang lebih tinggi karena mereka relatif tidak mampu untuk membeli makanan yang lebih beragam dan bergizi," demikian 

Berdasarkan trennya, komponen makanan menyumbang rata-rata 55,3% pengeluaran rumah tangga. Namun, porsi makanan dalam total pengeluaran berbanding terbalik dengan pendapatan.

Rumah tangga di desil terbawah mengalokasikan 64,3% dari pengeluaran mereka untuk makanan sedangkan desil kelima dan keenam mengalokasikan 57,3%. Sementara 20% masyarakat menengah ke atas mengalokasikan 41,9%.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement