Sri Mulyani: 56% Surat Utang Negara Retail Dibeli Ibu-ibu
Pemerintah saat ini sedang gencar menerbitkan obligasi retail guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Berdasarkan data, mayoritas pembeli Surat Utang Negara retail saat ini merupakan para ibu.
Tak tanggung-tanggung, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan 56% SBN retail yang dikeluarkan dibeli oleh ibu-ibu. "Tentunya ini lebih banyak dari para lelaki," ujar Sri Mulyani dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Selasa (22/12).
Generasi milenial saat ini sudah gencar membeli obligasi negara baik dalam bentuk konvensional, syariah, atau sukuk wakaf link. Selain itu, pembeli surat utang dalam negeri yang terbesar selanjutnya adalah perbankan.
Pembelian surat utang oleh perbankan disinyalir sebagai langkah kehati-hatian bank dalam menyalurkan pendanaan. Masih banyak masyarakat yang menempatkan uangnya di bank. "Mereka tidak bisa menyalurkan kredit karena Covid-19 dan khawatir," kata dia.
Jika penerbitan surat utang domestik belum juga mencukupi, Bendahara Negara barulah akan menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat, yen Jepang, atau euro. "Jadi kalau utang luar negeri dominan itu tidak benar, kita juga mendapatkan pinjaman dari bilateral," ujarnya.
Sri Mulyani menuturkan imbal hasil alias yield obligasi pemerintah saat ini memang mengalami perbaikan yang luar biasa. Sebelum pandemi, yield SBN tenor 10 tahun jauh lebih rendah dibanding kondisi awal tahun 2020 yaitu 7,03%.
Saat ini, yield SBN 10 tahun tercatat di level 5,9%. Semakin rendah imbal hasil surat utang suatu negara menggambarkan kondisi perekonomian negara itu.
Kendati demikian, perbaikan itu tak terlepas dari suku bunga global yang memang sangat rendah. Dengan demikian keadaan tersebut harus dimanfaatkan guna memulihkan ekonomi.
"Paling tidak inflasi dan suku bunga rendah menjadi instrumen untuk memulihkan perekonomian dan menjaga tekanan beban utang yang meningkat agar tetap stabil dan kami jaga secara hati-hati," katanya.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa salah satu silver lining dari pandemi terhadap pasar obligasi pemerintah yaitu meningkatknya kepemilikan domestik pada pasar obligasi pemerintah. "Ini tentu merupakan modal yang cukup berharga dalam upaya pemerintah mendorong pendalaman pasar keuangan di dalam negeri," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (22/12).
Keunggulan mendorong kepemilikan domestik pada pasar obligasi pemerintah yaitu mengurangi volatilitas dari instrumen obligasi itu sendiri. Seperti diketahui, kepemilikan asing pada surat utang sangat rentan terhadap sudden capital outflow apabila terjadi gejolak ekonomi global atau sentimen negatif lain di pasar keuangan.
Jika hal tersebut terjadi, volatilitas nilai tukar juga meningkat. Artinya, nilai tukar bisa terdepresiasi secara tiba-tiba. Gejolak nilai tukar tentu akan berdampak pada aspek lain dalam perekonomian seperti ongkos impor yang lebih tinggi atau ongkos utang dengan denominasi valuta asing yang meningkat.
Baru-baru ini, sukuk ritel seri ST007 meraih penjualan dengan nominal terbesar dan jumlah investor terbanyak sepanjang sejarah penerbitan Sukuk Tabungan. Investor baru ST007 sebanyak 4.276 investor dan didominasi oleh generasi milenial sebanyak 56,71%.
Dengan kupon terendah sepanjang sejarah, obligasi negara ritel seri ORI018 juga tetap diminati. Berdasarkan profesi, jumlah investor ORI018 didominasi pegawai swasta 33%, disusul wiraswasta 31%, dan ibu rumah tangga 11%. Namun, secara volume didominasi oleh wiraswasta 46%.