BPS Catat Harga Rokok Mulai Meningkat Imbas Kenaikan Tarif Cukai
Badan Pusat Statistik mencatat terdapat kenaikan harga rokok pada bulan Februari 2021. Hal tersebut sebagai dampak dari kenaikan tarif cukai yang berlaku pada 1 Februari lalu.
Kepala BPS Suhariyanto memerinci, kenaikan harga terjadi pada rokok kretek sebesar 0,13% secara bulanan dan 2,76% secara tahunan dan rokok kretek filter naik 0,26% secara bulanan atau 4,19% secara tahunan. Kemudian harga rokok putih naik 0,22% jika dibandingkan dengan Januari 2021 dan 6,86% dibanding Februari 2020. Meski demikian, kenaikan harga rokok kretek secara total tidak terlalu mempengaruhi inflasi.
"Andilnya di bawah 0,01%," kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Februari 2021, Senin (1/3).
Kenaikan harga rokok, menurut Suhariyanto, terjadi karena kebijakan kenaikan tarif cukai sebesar 12,5%. Kementerian Keuangan memproyeksikan kenaikan cukai rokok tahun ini akan menyebabkan peningkatan rata-rata harga jual eceran rokok 13,8% hingga 18,4%.
Meski begitu, Suhariyanto menilai bahwa kenaikan harga eceran akan terjadi secara bertahap. "Ini karena salah satunya pedagang eceran masih memiliki stock lama," ujar dia.
Inflasi Februari 2021 mencapai 0,1% secara bulanan, 0,36% secara tahun kalender, dan 1,38% secara tahunan. Menurut komponennya, perkembangan tersebut terutama didorong masih tingginya harga kelompok barang yang diatur pemerintah yang mengalami inflasi hingga 0,21%. Komoditas tersebut seperti kenaikan tarif jalan tol dan tarif angkutan udara.
Sementara menurut kelompok pengeluaran, inflasi terjadi karena kenaikan harga cabai rawit dan ikan segar. Namun, inflasi terhambat penurunan harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan emas perhiasan.
Ekonom Senior Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa secara historis sumbangan komoditas rokok terhadap inflasi keseluruhan relatif kecil. "Sehingga efek yang diberikan kepada inflasi memang relatif sedikit," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).
Kendati begitu, dia menuturkan bahwa pengaruh inflasi rokok terhadap pola konsumsi masyarakat miskin perlu dicermati. Ini karena rokok merupakan salah satu komoditas konsumsi utama kelas tersebut.
Sebelumnya, BPS melaporkan bahwa angka kemiskinan di tanah air pada September 2020 bertambah 2,76 juta orang menjadi 27,55 juta. Suhariyanto mengatakan, pandemi membawa dampak yang luar biasa buruk terhadap perubahan perilaku, aktivitas ekonomi, dan pendapatan penduduk.
"Dengan tambahan orang miskin baru, persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar 10,19%," ujarnya dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia September 2020 secara virtual, Senin (15/2).
Dia menjelaskan, Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi, laju inflasi rendah, harga eceran beberapa komoditas pokok berubah, tingkat pengangguran terbuka (TPT) naik, dan persentase pekerja setengah penganggur naik. Sehingga penduduk yang jatuh ke dalam kemiskinan bertambah.
Meski demikian, kenaikan angka kemiskinan akibat pandemi tersebut tidak separah yang diprediksi oleh Bank Dunia yang menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan naik 10,7-11,6%. Penyebabnya, bantuan pemerintah terutama untuk lapisan bawah.
Suhariyanto menyebutkan bahwa komoditas yang memberi pengaruh utama terhadap garis kemiskinan yakni beras, rokok kretek filter, dan telur ayam ras. "Tidak banyak berubah sehingga perhatian harus diberi lebih kepada komoditas ini agar tidak mengalami fluktuasi harga yang tinggi," katanya.