Belanja Pemerintah Melonjak, Defisit APBN Maret Melebar Jadi Rp 144 T
Kementerian Keuangan mencatat, defisit APBN hingga Maret 2021 mencapai Rp 144,2 triliun setara 0,82% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit terjadi karena belanja pemerintah melonjak di tengah penerimaan pajak yang masih jeblok.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, rasio defisit anggaran sedikit meningkat dibandingkan Februari 2021 yang sebesar 0,6%. "Semua ini masih dalam koridor kontrol dan akan kami pantau terus," ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi April 2021, Kamis (22/4).
Belanja negara hingga akhir bulan lalu tercatatRp 523 trili un, tumbuh 15,6% dibandingkan Maret 2020 Rp 452,4 triliun. Belanja pemerintah pusat naik 26% menjadi Rp 350,1 triliun, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa turun 0,9% menjadi Rp 173 triliun.
Suahasil menjelaskan, kenaikan belanja pemerintah pusat didorong oleh belanja kementerian/lembaga yang melesat 41,2% menjadi Rp 201,6 triliun. Sedangkan belanja non k/l tumbuh 9,9% menjadi Rp 148,5 triliun. "Belanja non k/l karena ada subsidi yang lebih tinggi dari tahun lalu," katanya.
Realisasi belanja subsidi terpantau naik 14,3% dari Rp 18,7 triliun pada Maret 2029 menjadi Rp 21,4 triliun. Pengeluaran itu, antara lain diberikan untuk subsidi solar 2,22 juta KL, minyak tanah 79,01 juta KL, dan 1,16 miliar kg LPG. Selain itu, subsidi listrik kepada 37,3 juta pelanggan, subsidi bunga perumahan 1.736 unit rumah, subsidi bunga KUR kepada 1,6 juta debitur dengan nilai Rp 58,5 triliun, dan subsidi pupuk 1,9 juta ton.
Sementara itu, Suahasil menjelaskan, belanja k/l yang melesat didorong oleh pertumbuhan belanja modal yang mencapai hampir tiga kali lipat dari Rp 12 triliun menjadi Rp 34,2 triliun. Peningkatan tersebut karena proyek infrastruktur dasar dan konektivitas terutama multiyears yang dibayarkan pada kuartal I ini.