Rencana THR PNS Tanpa Tunjangan Kinerja yang Berujung Petisi
Pemerintah telah mencairkan tunjangan hari raya kepada PNS, anggota TNI dan Polri, serta pensiunan sebesar gaji pokok dan tunjangan yang melekat. Pencairan dilakukan meski hampir 20 ribu orang meneken petisi yang meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani membayarkan THR dan gaji ke-13 PNS secara penuh atau mencakup tunjangan kinerja.
Mengutip laman change.org, petisi yang dimulai oleh Romansyah H ini meminta Sri Mulyani untuk memenuhi janjinya membayarkan THR dan Gaji ke-13 aparatur sipil negara secara penuh. Janji ini, menurut petisi tersebut, pernah disampaikan Sri Mulyani pada Agustus 2020.
Kebijakan THR pemerintah yang berlaku pada tahun ini yakni tanpa tunjangan kinerja sebenarnya serupa dengan tahun lalu. Romansyah dalam petisi tersebut menjelaskan, pihaknya maklum dengan kebijakan THR pada tahun lalu karena pemerintah perlu menggeser anggaran untuk penanganan Covid-19.
"Saat itu kami ikhlas mengingat kondisi pandemi yang ada. Tapi tahun ini cukup berat. Bu Menteri sudah janji untuk membayar penuh THR kami tahun ini," demikian dikutip dari petisi tersebut.
Menurut Romansyah, jika Sri Mulyani tak berjanji sejak awal untuk membayar THR dan gaji ke-13 secara penuh, para PNS akan lebih siap memenuhi kebutuhan Lebaran dan sekolah anak dengan mencari sumber penerimaan lain atau lebih berhemat. Namun, keputusan besaran THR dan gaji ke-13 baru diumumkan menjelang pencairan.
"Kami mohon Presiden Jokowi untuk meninjau kembali besaran THR dan Gaji ke-13 ASN Tahun 2021 agar memasukkan unsur tunjangan kinerja sebagaimana 2019," katanya.
Pembayaran THR mencakup tukin, menurut dia, dapat mendorong konsumsi masyarakat yang berasal dari PNS. Dengan demikian, perekonomian Indonesia segera bangkit dari resesi di masa covid-19.
Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan APBN 2021 pernah mengatakan bahwa pemerintah akan mengembalikan pemberian THR dan gaji ke-13 sesuai dengan kebijakan tahun-tahun sebelumnya.
"Pemerintah THR dan gaji ke-13 akan diberikan dengan penghitungan yang penuh yaitu sesuai dengan tunjangan kinerja mereka," ujar Sri Mulyani pada Agustus 2020.
Pada tahun lalu, pemerintah mengasumsikan pandemi Covid-19 mulai melandai pada tahun ini berkat vaksinasi. Dengan demikian, pemerintah saat itu hanya mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hanya dialokasikan Rp 356,5 triliun.
Namun dengan perkembangan kondisi pandemi yang masih terjadi dan tekanan ekonomi yang belum berakhir, pemerintah mengerek alokasi anggaran PEN tak lama setelah tahun anggaran 2021 dimulai. Tak tanggung-tanggung, alokasi anggaran PEN tahun ini naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 699 triliun.
Kenaikan anggaran PEN seiring tambahan anggaran untuk belanja kesehatan, antara lain pembelian vaksin Covid-19. Selain itu, pemerintah juga menaikkan plafon KUR tanpa jaminan dan memperpanjang diskon listri bagi pebisnis hingga enam bulan.
Dalam konferensi pers pengumuman THR dan gaji ke-13 PNS pada akhir bulan lalu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun mengumumkan bahwa komponen THR dan gaji ke-13 PNS yang akan dibayarkan pemerintah hanya mencakup gaji pokok dan tunjangan melekat. Alokasi anggaran THR 2021 tanpa memasukkan tunjangan kinerja dalam komponen pembayaran THR ini, menurut dia, dilakukan pemerintah karena masih fokus dalam penanganan Covid-19.
"Pemerintah terus mencoba menyeimbangkan dalam berbagai tujuan yang saya tahu sangat penting sesuai arahan Pak Presiden agar ekonomi betul-betul bisa tertangani dan tetap berikan PNS dan Polri hak mendapat THR," kata Sri Mulyani.
Kabar Beda Pendapat Jokowi-Sri Mulyani
Kebijakan THR yang menuai protes PNS memicu kabar adanya perbedaan pendapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo. Hal ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun.
Misbakhun menilai, pencairan THR PNS 2021 dilaksanakan melalui formulasi yang berbeda, antara Peraturan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Keuangan. "Saya tidak tahu apa motivasi Menkeu membuat formulasi yang berbeda. Ini jelas kontroversial," kata Misbakhun dalam siaran pers (4/5).
Adapun kabar ini buru-buru dibantah oleh pihak Istana. "Tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN," ujar Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan S. Sulendrakusuma melalui keterangan tertulis, Rabu (5/5).
Ia menjelaskan PMK Nomor 42 Tahun 2021 yang diterbitkan Sri Mulyani merupakan petunjuk teknis dari PP Nomor 63 Tahun 2021 yang diteken Jokowi. Ia menekankan, penyusunan regulasi dilakukan dengan diskusi antar pihak-pihak terkait sebelum diputuskan dalam sidang kabinet dan ditetapkan dalam bentuk regulasi.
Dalam pasal 6 PP Nomor 63 Tahun 2021 disebutkan bahwa THR dan gaji ke-13 PNS, PPPK, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, dewan pengawas KPK, lembaga penyiar publik, dan pegawai non-pegawai ASN yang bertugas di lembaga penyiar publik, terdiri dari: gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan atau tunjangan umum.
Ketentuan tersebut serupa dengan yang diatur dalam pasal 6 PMK Nomor 42 Tahun 2021. Berikut besaran maksimal THR dan Gaji ke-13 tahun 2021 yang dibayarkan kepada pimpinan, anggota, dan pegawai maupun nonpegawai aparatur sipil negara sesuai dengan PMK tersebut:
1. Pimpinan dan anggota nonstruktural:
a. Ketua/kepala atau dengan sebutan lain Rp 9.692.000
b. Wakil Ketua/wakil kepala atau dengan sebutan lain Rp 8.793.000
c. Sekretaris atau sebutan lain Rp 7.993.000
d. Anggota Rp 7.993.000
2. Pegawai nonpegawai aparatur sipil negara pada lembaga nonstruktural dan pejabat yang hak keuangan dan hak administrasinya disetarakan atau setingkat dengan eselon/pejabat:
a. Eselon 1/pejabat pimpinan tinggi utama/pejabat pimpinan tinggi madya Rp 9.592.000
b. Eselon II/Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Rp. 7.342.000
c. Eselon III/Pejabat Administrator Rp 5.352.000
d. Eselon IV/Jabatan Pengawas Rp 5.242.000
3. Pegawai Non-pegawai aparatur sipil negara yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pada lembaga nonstruktural dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 sebagai pejabat pelaksana dengan jenjang pendidikan:
a. Pendidikan SD/SMP/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.235.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 2.569.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 2.971.000
b. Pendidikan SMA/D1/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.734.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 3.154.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 3.738.000
c. Pendidikan DII/DIII/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.963.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 3.411.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 4.046.000
d. Pendidikan S1/DIV/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 3.489.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 4.043.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 4.765.000
e. Pendidikan S2/S3/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 3.713.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 4.306.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 5.110.000