Dua Skema Tax Amnesty Jilid II Usulan Sri Mulyani

Agatha Olivia Victoria
31 Mei 2021, 21:20
tax amnesty, tax amnesty jilid II, pengampunan pajak, amnesti pajak
ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Ilustrasi. Program amnesti pajak jilid kedua ini rencananya masuk dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan yang akan dibahas bersama DPR.

Pemerintah berencana menggelar pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II pada tahun depan, sebagai bagian dari reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan. Ada dua skema yang saat ini tengah dipertimbangkan untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban pajak yang belum dipenuhi secara sukarela .

Berdasarkan bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani di rapat kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (31/5), skema pertama yakni pembayaran pajak penghasilan (PPh) dengan tarif lebih tinggi dari tarif tertinggi pengampunan pajak atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak. 

Kedua, pembayaran PPh dengan tarif normal atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan orang pribadi tahun pajak 2019. Kedua skema ini dilaksanakan tanpa pengenaan sanksi dan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta tersebut diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN).

Program amnesti pajak jilid kedua ini rencananya masuk dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan yang akan dibahas bersama DPR. Jika disepakati, tax amnesty ini merupakan kali kedua dalam sejarah Indonesia, dan dalam periode pemerintahan yang sama.

Tax amnesty jilid I berlangsung pada 2016-2017. Ketika itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu tujuan program tersebut adalah untuk menarik dana warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri. Selain itu, tax amnesty diharapkan mampu meningkatkan basis perpajakan nasional, sehingga dapat menaikkan penerimaan pajak. Pada 2016, rasio penerimaan pajak tercatat hanya 10,31%, turun 0,4% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Juga untuk mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan, serta memperbaiki ketimpangan,” kata Bambang sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Keuangan.

Pada kenyataannya, target tak tercapai. Tax amnesty jilid I memang berhasil mencatat deklarasi aset 972.530 wajib pajak senilai Rp 4.719 triliun dari target Rp 4.000 triliun. Rinciannya, pelaporan harta dari dalam negeri sebesar Rp 3.687 triliun, sementara dari luar negeri Rp 1.032 triliun hingga 31 Maret 2017. Namun dari target Rp 1.000 triliun dana repatriasi atau pengembalian dari luar negeri, pemerintah hanya mampu menari Rp 147 triliun. Tak hanya itu, tax amnesty juga tak efektif menaikkan rasio pajak.

Berdasarkan data Ditjen Pajak, rasio pajak pada 2017 sebesar 9,89% lebih rendah 0,47% dibandingkan 2016. Angkanya kemudian naik menjadi 10,24% pada 2018, tapi kembali menurun menjadi 9,76% dan 8,94% pada 2019 dan 2020.

Sementara itu, Sri Mulyani menargetkan, rasio penerimaan perpajakan pada tahun 2022 akan mencapai 8,37-8,42% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut setara dengan Rp 1.499,3-1.528,7 triliun.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...