Rupiah Melemah ke 14.272 per US$ Tertekan Sinyal Kuat Tapering Off
Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah 0,19% ke level Rp 14.280 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Rupiah tertekan sentimen berlanjutnya rencana tapering off AS pada tahun ini meski data ketenagakerjaan AS memburuk.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke level Rp 14.272 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Namun ini belum berhasil menyentuh level penutupan kemarin di Rp 14.253 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya justru mayoritas menguat. Yen Jepang menguat 0,12% bersama dolar Singapura 0,01%, dolar Taiwan 0,11%, peso Filipina 0,08%, yuan Tiongkok 0,02% serta ringgit Malaysia dan bath Thailand yang kompak menguat 0,12%. Sementara pelemahan pada rupee India 0,24%, won Korea Selatan 0,22%. Sedangkan dolar Hong Kong terpantau stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali melemah di kisaran Rp 14.300 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp 14.230. Pelemahan terutama dipengaruhi antisipasi pasar terhadap prospek kebijakan moneter AS ke depan setelah rilis data tenaga kerja yang melambat bulan lalu.
"The Fed masih terbuka dengan opsi tapering di akhir tahun, dengan mempertimbangkan data-data ekonomi AS di bulan-bulan berikutnya," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (9/9).
Sejumlah pejabat Fed regional dalam beberapa hari terakhir kembali memberi sinyal bahwa rencana tapering off alias pengetatan stimulus berupa pengurangan pembelian obligasi pemerintah akan tetap berlanjut tahun ini. Rencana ini akan berlanjut sekalipun pasar tenaga kerja menunjukkan perlambatan bulan lalu.
Departemen Ketenagakerjaan melaporkan pada akhir pekan lalu bahwa pertumbuhan tenaga kerja di sektor nonpertanian hanya bertambah 235 ribu, anjlok dari penambahan lebih dari 1 juta tenaga kerja pada bulan sebelumnya. Meski begitu, angka pengangguran turun ke level 5,2%.
Presiden Fed St. Louis James Bullard menilai data ketenagakerjaan yang melambat bulan lalu bukan sinyal berakhirnya masa pemulihan. Dia mengatakan, pasar tenaga kerja bisa 'sangat kuat' memasuki tahun depan jika penanganan pandemi terus membaik.
"Gambaran besarnya adalah penurunan akan terjadi tahun ini dan akan berakhir pada paruh pertama tahun depan," kata Presiden Fed St. Louis James Bullard seperti dikutip dari Reuters, Rabu (9/9).
Sementara itu, Presiden Fed Dallas Robert Kaplan dalam agenda terpisah mengatakan masih mendukung penurunan bertahap pembelian aset bulanan mulai Oktober, selama prospek ekonomi tidak berubah secara fundamental. Namun dia juga memangkas proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang hanya akan tumbuh 6% tahun ini karena kekhawatiran atas lonjakan varian Delta.
Setali tiga uang dengan dua pejabat Fed sebelumnya, Presiden Fed New York John Williams juga menilai pengurangan pembelian aset perlu dilakukan akhir tahun ini. Dia memperhatikan bahwa standar inflasi sudah terpenuhi, meski dia juga ingin melihat peningkatan lebih lanjut di pasar tenaga kerja sebelum benar-benar menarik gas tapering off.
Kendati demikian, Willian juga mengatakan dia lebih fokus pada laporan ketenagakerjaan dari waktu ke waktu untuk memberi gambaran lengkap tentang pasar tenaga kerja, ketimbang data yang dirilis bulanan. Dia akan memperhatikan sejumlah indikator seperti rasio jumlah tenaga kerja terhadap total penduduk, juga tingkat partisipasi angkatan kerja.
Ariston menilai belum ada perubahan besar dari data ekonomi RI yang mampu mengerek penguatan rupiah hari ini. Sementara pada saat yang bersamaan, indeks keyakinan konsumen (IKK) bulan lalu justru anjlok sekalipun mobilitas mulai longgar.
"Data keyakinan konsumen yang melambat bisa berpengaruh, tapi biasanya sentimen luar yang lebih mendominasi pergerakan rupiah," kata Ariston.
Survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Agustus 2021 turun dari bulan sebelumya 80,2 poin menjadi 77,3 poin. Posisi IKK bulan Agustus di bawah 100 poin mengindikasikan konsumen masih pesimistis terhadap kondisi ekonomi. Selain itu, IKK bulan lalu juga tercatat sebagai yang terendah dalam 15 bulan terakhir, setelah rekor terendah pada Mei 2020 dengan IKK 77,8 poin
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga meramal rupiah akan terdepresiasi ke kisaran Rp 14.223 hingga Rp 14.284 per dolar AS. Senitmen negatif terhadap pasar aset berisiko masih bertahan di tengah masih tingginya angka positif Covid-19 global.
"Hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen risk off di pasar global karena kekhawatiran dampak ekonomi dari penyebaran varian delta di banyak negara," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Mengutip Worldometer, jumlah kasus positif harian global pada Selasa (7/9) sebanyak 539.646 kasus. Sementara sebagian besar kasus tersebut masih datang dari lonjakan di Amerika Serikat. Pada periode yang sama, AS mencatat penambahan melaporkan 115.776 kasus baru harian. Meski grafik kasus global mulai menunjukkan penurunan, namun jumlah ini masih jauh dari rekor terendah yakni 364.317 pada 8 Juni lalu.