BPK Temukan 2.843 Masalah dalam Program Penanganan Covid-19 dan PEN
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan telah melakukan pemeriksaan komprehensif terhadap 241 objek pemeriksaan yang terkait dengan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN). Dari pemeriksaan tersebut terungkap 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan senilai Rp 2,94 triliun.
“Pemeriksaan dilaksanakan terhadap 27 kementerian dan lembaga, 204 pemerintah daerah, dan 10 BUMN, dan badan lainnya,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Workshop Anti Korupsi daring bertajuk “Deteksi dan Pencegahan Korupsi” pada Selasa (14/9), seperti dikutip dari Antara.
Permasalahan terkait dana PC PEN yang ditemukan BPK tersebut, meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian intern, 715 ketidakpatuhan terhadap ketentuan Undang-Undang, dan 1.241 permasalahan terkait keekonomian, efisiensi, dan efektivitas.
“Dalam pemeriksaan PC PEN selama tahun 2020 tersebut, BPK mengidentifikasi sejumlah masalah terkait identifikasi dan kodifikasi anggaran PC PEN, serta realisasinya. Kemudian pertanggungjawaban dan pelaporan PC PEN, dan manajemen program dan kegiatan pandemi,” tutur Agung.
Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut dia, BPK juga telah memberi rekomendasi, antara lain agar pemerintah menetapkan grand design rencana kerja satuan tugas penanganan COVID-19 yang jelas dan terukur.
Ia pun berharap pemerintah menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk program PC PEN, dan menetapkan kebijakan serta prosedur pemberian insentif bagi pelaku usaha terdampak Covid-19.
BPK juga merekomendasikan pemerintah untuk membuat perencanaan distribusi, pemenuhan distribusi, serta pelaporan distribusi alat kesehatan. Di samping itu, harga alat kesehatan dari rekanan pemerintah juga diminta untuk diuji terlebih dahulu.
Selanjutnya BPK merekomendasikan pemerintah melakukan validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan by name by addres, serta menyederhanakan proses dan mempercepat waktu penyaluran bantuan ke penerima akhir.
Pemerintah juga direkomendasikan untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian penyaluran dana PC PEN, serta memproses kerugian yang berpotensi dialami pemerintah daerah dan pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Sejak awal BPK mengingatkan adanya resiko yang perlu diidentifikasi dan dimitigasi agar langkah pemerintah menghadapi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, ekonomis, efisien, dan efektif,” kata Agung.
Berdasarkan audit PC PEN dalam dokumen Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK antara lain menemukan bahwa Kementerian Keuangan belum mengidentifkasi dan mengkodifikasi secara menyeluruh biaya-biaya terkait dengan Program PC-PEN dalam APBN 2020.
Pemerintah mempublikasikan biaya Program PC-PEN sebesar Rp695,2 triliun. Namun, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan alokasi biaya Program PC- PEN dalam APBN 2020 adalah sebesar Rp841,89 triliun. Ini karena ada beberapa skema pendanaan yang belum dimasukkan dalam biaya yang dipublikasikan pemerintah tersebut, yaitu:
- Biaya-biaya terkait dengan Program PC-PEN di luar skema Rp695,2 triliun sebesar Rp27,32 triliun, yaitu:
- Alokasi anggaran Belanja dalam APBN 2020 sebesar Rp23,59 triliun.
- Realisasi belanja K/L yang tidak menggunakan tagging akun COVID-19 per 30 November 2020 sebesar Rp2,55 triliun.
- Alokasi kas badan layanan umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) kepada BLU-BLU Rumpun Kesehatan sebesar Rp1,11 triliun.
- Fasilitas perpajakan yang diatur dalam PMK Nomor 28 Tahun 2020 (selain Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) dan PP Nomor 29 Tahun 2020 yang belum masuk ke dalam penghitungan alokasi Program PEN dengan nilai yang belum dapat diestimasi.
- Relaksasi PNBP K/L sebesar Rp 79,00 miliar yang merupakan pemberian insentif atau relaksasi pungutan PNBP pada K/L dalam bentuk penundaan pembayaran PNBP, perpanjangan masa berlaku lisensi/perizinan/sertifikasi/paspor, pengenaan tarif 50%, pembebasan penerbitan surat-surat tertentu, dan pengenaan tarif 0 rupiah.
- Anggaran belanja untuk kebutuhan internal K/L yang telah menggunakan akun dengan tagging COVID-19 per 30 November 2020 sebesar Rp10,80 triliun, termasuk biaya pembangunan Rumah Sakit Pulau Galang di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kementerian PUPR sebesar Rp396 miliar.
- Program existing yang telah ada dalam APBN Tahun 2020 berupa Belanja Subsidi sebesar Rp107,63 triliun. Kegiatan-kegiatan pada belanja subsidi tersebut memiliki substansi yang sama dengan kegiatan-kegiatan pada belanja subsidi yang dikategorikan dalam skema PEN.
- Biaya bunga utang tahun 2020 yang timbul sehubungan dengan penerbitan SBN untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan program PC-PEN melalui skema burden sharing dengan BI yang diestimasikan sebesar Rp0,9 triliun.
BPK juga menemukan bahwa penyusunan program dan perubahan Program PC-PEN pada Kemenkeu belum sepenuhnya didukung dengan data/perhitungan yang andal, yaitu:
- Alokasi anggaran Program Investasi Pemerintah dalam rangka Program PEN tidak didukung dengan dasar aturan, proses perencanaan dan penganggaran yang cepat dan tepat.
- Perubahan tujuan program dan besaran alokasi anggaran penempatan dana belum didukung dengan perencanaan yang memadai.
- Perubahan skema Program Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) belum didukung dengan perencanaan yang memadai.
- Perencanaan Program Subsidi Bunga Non KUR dan hibah pariwisata belum didukung dengan analisis dan perhitungan yang memadai.
- Perencanaan dan penganggaran Program Subsidi Kuota Internet belum didukung dengan data yang andal.
- Perencanaan Program Pinjaman PEN Daerah belum didukung dengan analisis jangka waktu, jadwal, dan target waktu realisasi yang memadai.
- Dasar penyertaan modal negara (PMN) kepada Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebesar Rp15 triliun sebagai bagian dari dukungan Program PEN tidak selaras dengan peraturan perundangan terkait, UU Cipta Kerja, dan peraturan pemerintah tentang lembaga pengelola investasi.
Selain itu, ditemukan permasalahan terkait langkah Kemenkeu dan Kemendagri yang berupaya mendorong komitmen pemda dalam pencegahan dan/atau penanganan pandemi Covid-19, dengan mengeluarkan Keputusan Bersama Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 177/KMK.07/2020, Permendagri Nomor 39 Tahun 2020 serta PMK Nomor 35/PMK.07/2020. Hasil pemeriksaan pada Kemendagri menunjukkan permasalahan:
- Regulasi terkait dengan refocusing dan realokasi APBD belum sepenuhnya selaras, antara lain terkait dengan kewajiban pelaporan yang harus disusun dan disampaikan pemda, bentuk format laporan, sanksi jika tidak menyampaikan laporan, pihak yang melaksanakan monitoring dan evaluasi serta pihak yang memberikan pertimbangan dalam penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan/atau dana bagi hasil (DBH).
- Pedoman atau petunjuk teknis dalam penyusunan laporan penyesuaian APBD belum ditetapkan yang berakibat masing-masing pemda memiliki penafsiran yang berbeda-beda dalam penyusunan laporan.
- Definisi dan tata cara evaluasi atas laporan penyesuaian APBD oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri belum diatur secara jelas, sehingga terjadi perbedaan mekanisme evaluasi yang dilaksanakan oleh Kemendagri dan Kemenkeu.