Sri Mulyani Sebut Inflasi Rendah Membantu Pemulihan Ekonomi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, pemerintah berhasil menjaga laju inflasi tetap rendah di tengah pemulihan ekonomi. Hal ini terindikasi dari laju inflasi bulan lalu sebesar 1,59% secara year-on-year (yoy) yang jauh lebih baik dibandingkan sejumlah negara berkembang lainnya.
"Berbagai negara menghadapi komplikasi saat ekonomi baru mulai akan pulih karena kenaikan inflasi yang lebih dominan," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi September, Kamis (23/9).
Sri Mulyani mencontohkan, kenaikan inflasi yang terjadi di Brasil hingga mencapai 8% di tengah pemulihan ekonomi yang masih berlangsung. Imbasnya, bank sentral negara tersebut harus menaikkan suku bunga acuannya ke level 5,25%.
Rusia juga mengalami hal yang sama, inflasi negara terlusa di dunia ini terus naik sejak tahun lalu dan menyentuh 7% pada Agustus 2021. Suku bunga acuan Bank Sentral juga ikut dinaikkan ke level 6,5%, di atas suku bunga pada Februari tahun lalu sebesar 6%.
Sementara Turki yang menghadapi masalah bunga tinggi sejak sebelum pandemi mencatatkan inflasi mencapai 19,25%. Hal ini membuat bank sentral Turki harus mempertahankan suku bunga acuan tinggi di level 19%.
Kenaikan inflasi juga dialami Korea Selatan dan Meksiko. Negeri Gingseng mencatatkan tren kenaikan inflasi sejak November tahun lalu dan mencapai 2,6% pada bulan lalu. Kondisi ini membuat bank sentralnya harus menaikkan bunga acuak ke level 0,5%.
Sementara itu, inflasi Meksiko mendekati 6%, melonjak dari posisi Februari tahun lalu yang hanya mencapai 3,7% pada Februari tahun lalu. Kondisi ini kemudian mendorong bank sentral Meksiko mulai menaikkan suku bunganya ke level 4,50% sejak bulan lalu.
Meski ancaman serupa dapat menjangkit Indonesia, Sri Mulyani optimistis inflasi masih akan terjaga bahkan di bawah target 2% yakni di kisaran 1,8% hingga akhir tahun. Bank Indonesia, menurut dia, juga baru saja menetapkan suku bunga tetap rendah di level 3,5%.
Sri Mulyani berharap, kondisi ini dapat menjaga momentum pemulihan tanpa menimbulkan komplikasi dari sisi kebijakan moneter maupun fiskal pada saat inflasi tinggi. "Sehingga ekonomi Indonesia bisa memiliki pemulihan yang jauh lebih solid dan kuat yang memungkinkan masyarakat bisa mendapatkan kesempatan kerja dan pemulihan dari kesejahteraannya," ujar Sri Mulyani.
Presiden Jokowi sebelumnya justru sempat menyoroti Indeks Harga Konsumen (IHK) yang masih tertahan rendah. Menggunakan data inflasi bulan Juli sebesar 1,52% secara yoy, Jokowi mengatakan inflasi yang masih rendah justru bisa mengindikasikan daya beli masyarakat yang masih lesu.
"Kami tahu inflasi yang rendah bisa jadi bukan hal yang menggembirakan, bisa saja ini mengindikasi turunnya daya beli masyarakat akibat pembatasan aktivitas dan mobilitas," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2021, Rabu (25/8).
Ia lantas meminta kepada Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk terus mengendalikan inflasi melalui pemantauan ketersediaan barang serta stabilitas harga. Jokowi memperintahkan untuk segera menyelesaikan berbagai hambatan baik di sekot produksi maupun distribusi, termasuk pengecekan hingga di tingkat kota.