Usulan Pemerintah Kandas, PPN Sembako dan PPh Minimum Tak Masuk UU HPP

Agustiyanti
7 Oktober 2021, 21:42
RUU HPP, pajak sembako, PPN
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Sidang Paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) pada Kamis (7/10).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) pada Sidang Paripurna yang digelar, Kamis (7/10). Omnibus law ini, antara lain mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh). 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan, substansi RUU HPP yang disepakati pemerintah dan DPR dapat memenuhi ketentuan pemerintah untuk mereformasi dan mendorong penerimaan perpajakan. Namun, beleid ini di sisi lain juga tetap dapat menjaga kondisi masyarakat dan dunia usaha agar tidak terbebani dengan perubahan kebijakan di tengah upaya pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. 

"Sesuai dengan berbagai masukan dari stakeholder dan usulan DPR, judul RUU ini juga disepakati berubah dari semula RUU Ketentuan Umum Perpajakan menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan," ujar Yasonna dalam Sidang Paripurna, Kamis (7/10). 

RUU ini, menurut Yassona, memuat enam kelompok materi utama yang terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. Selain perubahan sejumlah ketentuan dalam UU perpajakan yang sudah ada, RUU ini juga mencakup Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan memperkenalkan pajak karbon.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfi OFP menjelaskan, komisi XI memulai pembahasan RUU KUP pada masa persidangan kelima tahun sidang 2020-2021 yaitu pada 28 Juni 2021. Pembahasan dimulai dengan melaksanakan rapat kerja bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dengan agenda pembentukan Panja RUU KUP. 

"Selanjutnya panja melakukan pembahasan DIM, dengan total DIM berjumlah 497, yang terdiri dari 120 DIM tetap, 26 DIM perubahan redaksional, 351 DIM perubahan substansi dan 168 DIM usulan baru," kata dia.

Ia memastikan perumusan draf RUU KUP dilakukan dengan melibatkan akademisi, praktisi, pakar, serta berbagai asosiasi. Asosiasi yang dilibatkan, antara lain  Kadin, HIPMI, Apindo, asosiasi ekspor-impor, asosiasi pendidikan, lembaga keagamaan, asosiasi kesehatan, Himbara, Perbanas, asosiasi BPR, YLKI, asosiasi buruh, serta asosiasi pedagang pasar. 

Pembahasan RUU HPP antara pemerintah dan DPR banyak dilakukan secara tertutup dan bersifat dinamis. Sejumlah perubahan masih dilakukan bahkan setelah pemerintah dan Komisi XI sepakat membawa RUU HPP ke Sidang Paripurna. Ada beberapa usulan pemerintah yang batal masuk dalam beleid tersebut, sebagai berikut:

1. Skema Multitarif pada PPN

Yassona mengatakan, sistem PPN tetap akan menerapkan tarif tunggal. Keputusan ini berubah dari kesepakatan dalam rapat kerja Komisi XI dan Kementerian Keuangan akhir bulan lalu.

Berdasarkan BAB tentang PPN dalam draft RUU HPP kesepakatan 29 September 2021, pemerintah berencana memberlakukan opsi tarif 5%-15%, selain menerapkan tarif umum. Dengan demikian, barang dan jasa tertentu dapat dikenakan tarif lebih besar atau lebih kecil dari tarif umum yang ditetapkan dengan rentan 5%-15%.

"Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi di DPR bahwa penerapan multitarif PPN akan menyebabkan cost of complience dan menimbulkan postensi dispute," kata Yassona. 

2. Pajak Sembako hingga Kesehatan

Pemerintah batal menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok atau sembako pada tahun depan. Sembako, jasa pelayanan kesehatan medis tertentu, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja masih termasuk dalam barang dan jasa.

"Kami berpihak kepada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial, skema PPN final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025," ujar Ketua Komisi XI DPR. 

Pemerintah sebelumnya berencana menghapus jenis-jenis barang dan jasa tersebut dari daftar yang mendapat pengecualian pajak. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan, pengenaan PPN sembako, kesehatan, dan pendidikan hanya ditujukan untuk barang dan jasa yang bersifat premium atau dikonsumsi masyarakat menengah atas. 

3. Pajak Penghasilan Minimum Perusahaan

Pemerintah sebelumnya mengusulkan adanya ketentuan alternative minimum tax (AMT) di dalam RUU HPP. Ketentuan ini memungkinkan pemerintah tetap memajaki badan usaha sekalipun melaporkan kerugian. Rencananya tarif pajak minimum ini sebesar 1% terhadap penghasilan bruto.

Namun, pemerintah menyetujui usulan DPR untuk menghapuskan ketentuan Pajak Minimum Alternatif (AMT). Ini bertujuan untuk menjaga iklim dunia usaha dan investasi tetap kondusif.



 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...