Rupiah Berpotensi Menguat Ditopang Ramalan Surplus Transaksi Berjalan
Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 0,01% ke level Rp 14.221 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Namun, rupiah berpotensi menguat menanti data neraca transaksi berjalan kuartal III 2021 yang diperkirakan surplus.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke posisi Rp 14.222 per dolar AS, semakin melemah dari posisi penutupan kemarin Rp 14.220 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah. Yen Jepang terkoreksi 0,06%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura 0,13%, won Korea Selatan 0,3%, peso Filipina 0,16%, ringgit Malaysia 0,04% dan bath Thailand 0,08%. Sementara itu, yuan Cina menguat 0,04% bersama rupee India 0,05% dan dolar Taiwan 0,01%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah akan menguat hari ini ke level Rp 14.180-Rp 14.250 per dolar AS. Penguatan sejalan dengan rilis data neraca pembayaran yang diramal kembali surplus sepanjang kuartal III 2021.
"Kemarin BI memperkirakan neraca transaksi berjalan kuartal ketiga akan surplus.," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (19/11).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi persnya kemarin memperkirakan, transaksi berjalan kuartal III 2021 mencatatkan surplus. Optimisme ini ditopang oleh kinerja ekspor yang tinggi sejalan dengan kenaikan permintaan global dan harga komoditas dunia.
Kinerja ekspor-impor yang moncer berlanjut hingga awal kuartal terakhir tahun ini. Neraca perdagangan kembali surplus US$ 5,7 miliar pada Oktober. Ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Perkembangan ini didukung oleh kinerja ekspor komoditas utama, seperti batu bara, CPO, serta besi dan baja.
"Ke depan, defisit transaksi berjalan diprakirakan akan tetap rendah pada tahun 2021 dan 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia," kata Perry dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI edisi November, Kamis (18/11).
Proyeksi surplus tranaksi berjalan pada kuartal ketiga ini mengindikasikan pembalikan dari defisit sepanjang paruh pertama tahun ini. Defisit pada kuartal kedua sebesar US$ 2,2 miliar atau setara 0,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit pada periode tersebut melebar dari kinerja bulan sebelumnya defisit US$ 1,1 miliar atau 0,4% terhadap PDB.