BI Pertahankan Bunga Acuan 3,5% Meski The Fed Percepat Tapering Off
Bank Indonesia memutuskan kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%. Bank Sentral tetap mempertahankan kebijakan moneter longgar dan suku bunga rendah meski The Federal Reserve memastikan akan mempercepat kebijakan tapering off dan berpotensi memangkas suku bunga hingga tiga kali pada tahun depan.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo rate sebesar 3,5%," Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur Desember 2021, Kamis (16/12).
The Fed dalam pengumuman hasil pertemuan The Federal Open Market Committee (FOEMC) memutuskan mengurangi pembelian obligasi lebih cepat. Bank Sentral AS akan membeli US$60 miliar obligasi setiap bulan mulai Januari, setengah dari tingkat sebelum taper pada November dan US$30 miliar lebih rendah daripada yang dibeli pada Desember.
The Fed melakukan pengurangan sebesar US$15 miliar per bulan pada bulan November, dua kali lipat pada Desember, kemudian akan mempercepat pengurangan lebih lanjut pada 2022.
Tapering off kemungkinan akan selesai pada akhir musim dingin dan/atau awal musim semi. Setelah itu, bank sentral akan mulai menaikkan suku bunga yang dipertahankan ștabil 0%-0,25% pada pekan ini. Proyeksi yang dirilis Rabu (15/12) juga menunjukkan bahwa pejabat The Fed melihat sebanyak tiga kenaikan suku bunga terjadi pada 2022, dengan dua di tahun berikutnya dan dua lagi pada 2024.
Perry mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya BI menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian global, inflasi yang rendah, dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi. Saat ini, menurut dia, kondisi inflasi dan nilai tukar rupiah masih terjaga dengan baik.
Nilai tukar rupiah pada 15 Desember melemah terbatas 0,07% secara point to point dan 0,70% secara rerata dibandingkan dengan level November 2021. Perkembangan nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi aliran modal keluar dari negara berkembang di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik.
"Rupiah mencatat depresiasi sekitar 1,97% jika dibandingkan dengan level akhir 2020, lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India (3,93%, ytd), Filipina (4,51%, ytd), dan Malaysia (4,94%, ytd)," kata dia.
Ia memastikan BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Sementara itu, menurut Perry, inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2021 tercatat inflasi 0,37% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai November 2021 mencapai 1,30% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,75% (yoy), meningkat dari inflasi Oktober 2021 sebesar 1,66% (yoy).
"Inflasi inti juga tetap rendah sebesar 1,44% (yoy) di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat, didukung oleh pasokan yang terkendali, nilai tukar yang stabil, dan ekspektasi inflasi yang terjaga," kata Perry.
Perry menjelaskan, ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan pada 2021 dan berlanjut pada 2022, meski masih dibayangi gangguan rantai pasok dan kenaikan kasus Covid-19. Namun, pertumbuhan ekonomi global diprakirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak hanya bertumpu pada pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok, tetapi juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India.
"Bank Indonesia memprakirakan ekonomi dunia tumbuh sesuai proyeksi sekitar 5,7% pada 2021 dan 4,4% pada 2022," kata dia.
Sementara itu, pemulihan ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut dan akan meningkat lebih tinggi pada 2022. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan membaik pada kuartal IV 2021 sejalan dengan meningkatnya mobilitas pasca langkah-langkah penanganan yang ditempuh Pemerintah dalam pengendalian Covid-19 varian Delta.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2021 berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia yaitu 3,2%-4,0%," ujar dia.