IMF Hapus Utang Negara Miskin Rp 13,7 Triliun
Dewan Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) menyetujui penghapusan utang tahap terakhir kepada negara miskin sebesar US$ 115 juta atau setara Rp 1,64 triliun (kurs Rp 14.275 per dolar AS). Dengan demikian total utang negara miskin yang dihapus IMF mencapai US$ 964 juta atau setara Rp 13,7 triliun.
Penghapusan utang tahap terakhir ini hanya akan diberikan kepada 25 negara miskin yang sudah ditentukan. Mayoritas dari mereka berada di Afrika dan diberikan untuk utang kepada IMF yang jatuh tempo pada 11 Januari-13 April 2022.
"Tahap kelima ini mengakhiri keringanan layanan utang terkait Covid-19 yang sudah disalurkan selama dua tahun yang pertama kali disetujui pada 13 April 2020, dengan total keringanan layanan utang kumulatif sekitar SDR 690 juta atau US$ 964 juta," demikian tertulis dalam keterangan resmi IMF dikutip Rabu (22/12)
Program penghapusan utang ini dilakukan melalui badan di bawah IMF yakni Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT). IMF memberikan hibah kepada negara tertentu sesuai kriteria. Dana tersebut kemudian dikembalikan lagi ke lembaga tersebut untuk pelunasan utang.
Nilai penghapusan utang tahap kelima ini lebih kecil dibandingkan penyaluran tahap keempat sebesar US$ 124 juta dan rata-rata penyaluran tiga tahap sebelumnya yang berada di atas US$ 200 juta. Program keringanan utang diluncurkan IMF sejak Maret 2020.
Direktur Eksekutif IMF Kristalian Georgiva saat itu meminta bantuan negara-negara dunia untuk meringankan utang negara miskin melalui bantuan hibah. Adapun dana yang ditargetkan sebesar US$ 1,4 miliar atau setara Rp 19,9 triliun.
"Ini memungkinkan CCRT bisa memberikan bantuan keuangan terkait Covid-19 melalui layanan utang hingga maksimum dua tahun, sambil memberi kesempatan bagi CCRT didanai secara memadai untuk kebutuhan di masa depan," tulis IMF.
Sejauh ini, terdapat 19 pendonor yang telah menjanjikan kontribusi dengan total sekitar US$852 juta atau Rp 12,1 triliun. Negara donor tersebut, terdiri dari beberapa negara kaya di Eropa, termasuk Inggirs, Swiss dan Uni Eropa. Selain itu beberapa negara lainnya Jepang, Singapura, Meksiko, Filipina, Cina, Meksiko dan Indonesia.
Realisasi ini masih jauh dari target IMF sebelumnya sebesar US$ 1,4 miliar. Selain itu, penyaluran pada tahap kelima dipastikan akan mengurangi kapasitas CCRT untuk menyalurkan bantuan dalam situasi krisis di masa mendatang.
"IMF mempertimbangkan bahwa ada alasan kuat untuk persetujuan tahap kelima ini mengingat korban manusia dan ekonomi yang terus berlanjut dari pandemi. Oleh karena itu, para direktur menyetujui kebutuhan mendesak untuk melanjutkan upaya penggalangan dana untuk mengatasi kekurangan dana CCRT," tulis IMF.
Di samping keringanan utang tersebut, IMF pada Agustus lalu juga telah mencairkan dana cadangan lembaga melalui skema Special Drwaing Rights (SDR) sebesar US$ 650 miliar. Indonesia ikut menerima bantuan ini dengan nominal US$ 6,31 miliar atau hampir Rp 90 triliun. Bantuan IMF ini mendorong cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi pada Agustus.
Penarikan SDR kali ini merupakan yang kelima kalinya sekaligus terbesar dalam sejarah IMF untuk membantu penanganan krisis. Pada 1970-1972, IMF melakukan penarikan pertama dana cadangan mencapai US$ 9,3 miliar. Kemudian, pada 1979-1981 penarikan sebesar US$ 12,1 miliar, penarikan sebesar US$ 161,2 miliar pada 28 Agustus 2009, serta alokasi khusus sebesar US$ 21,5 miliar pada 9 September 2009.