Pemerintah Kantongi Setoran Pajak Rp 2 T dari Pengungkapan Sukarela
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan setoran pajak yang sudah diterima pemerintah dari program pengungkapan sukarela (PPS) mencapai Rp 2 triliun. Setoran pajak ini berasal dari pengungkapan harta 16.697 wajib pajak dengan jumlah surat keterangan mencapai 18.619.
"Data per 24 Februari 2022 pukul 08.00 WIB, nilai harta bersih (yang dilaporkan) sebesar Rp 19,86 triliun," tulis dalam laman resmi pajak.go.id/PPS , Kamis (24/2).
Dari total laporan harta tersebut, mayoritas merupakan hasil deklarasi dalam negeri (DN) dan repatriasi dari luar negeri sebesar Rp 17,43 triliun atau 87,8% dari total harta laporan.
DJP juga mencatat, terdapat 6,4% atau Rp 1,28 triliun harta yang hanya dideklarasikan di luar negeri. Harta hasil deklarasi DN dan repatriasi yang kemudian diinvestasikan ke instrumen yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 1,15 triliun atau 5,8%.
Program PPS diatur dalam beleid baru perpajakan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Program PPS ini hanya berlangsung selama enam bulan atau berakhir pada 30 Juni mendatang.
Program ini terdiri atas dua skema tarif. Skema pertama berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 201
Bagi wajib pajak yang memiliki harta pada periode tersebut tetapi tidak ikut tax amnesty jilid I juga diperbolehkan ikut PPS pada skema pertama ini. Dalam skema pertama ini, berlaku tarif 6-11%
Skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%
Wajib pajak bisa mendapatkan tarif PPh final terendah jika menginvestasikan hartanya di instrumen yang sudah ditetapkan pemerintah. Untuk melakukan investasi ini, batas akhir untuk pengalihan harta ke dalam negeri hanya sampai 30 September 2022, sementara batas akhir untuk menginvestasikan harta pada 30 September 2023.
Wajib pajak bisa berinvestasi di instrumen surat berharga negara (SBN) atau kegiatan usaha hilirisasi sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam negeri.
"Jika wajib pajak ingin memilih ke investasi di SBN, kami menyediakan tiga instrumen yaitu dua Surat Utang Negara (SUN) konvensional dan satu SBN berbasis syariah atau sukuk," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (22/2).
SUN konvensional terdiri atas denominasi rupiah dengan tenor enam tahun dan denominasi dolar AS dengan tenor 10 tahun. Sementara sukuk ditawarkan dengan tenor 10 tahun. Penerbitannya akan dilakukan sebulan sekali secara bergantian, untuk bulan ini yaitu SUN dan bulan depan penerbitan sukuk.