Penerimaan Pajak Melesat 59%, APBN Januari Surplus Rp 29 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami surplus Rp 28,9 triliun. Surplus APBN ditopang oleh penerimaan pajak yang melesat 59,4% secara yoy menjadi Rp 109,1 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, surplus APBN pada Januari 2022 berbanding terbalik dibandingkan Januari 2021 yang mencatatkan defisit Rp 45,5 triliun. Kinerja serupa juga terlihat pada kesimbangan primer yang mencatat surplus Rp 49,4 triliun, dibandingkan defisit Rp 20,8 triliun pada Januari 2021.
"Ini adalah situasi di mana APBN mengalami pembalikan yang sangat baik," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita secara daring, Selasa (22/2).
Ia menjelaskan, surplus APBN tak lepas dari melesatnya pendapatan negara . Realisasi pendapatan negara bulan lalu tumbuh 54,9% menjadi Rp 156 triliun. Kinerja ini ditopang oleh penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai yang naik di atas 50%.
Penerimaan pajak melonjak 59,4% dibandingkan Januari 2021 mencapai Rp 109,1 triliun. Dengan demikian, penerimaan pajak sudah mencapai 8,6% dari target tahun ini sebesar Rp 1.265 triliun.
Penerimaan pajak dari PPh Non-migas, PPN dan PPnBM serta PPh Migas tumbuh kuat masing-masing 56,7%, 45,86% dan 281,23%. Kenaikan signifikan pada PPh Non-migas serta PPN dan PPnBM tidak lepas karena pemulihan ekonomi. Sementara kenaikan pada PPh Migas tak lepas dari lonjakan harga minyak.
"Ini cerita rebound dan recover yang kuat masih terus berlangsung di penerimaan pajak yang bersifat non-migas baik PPh Non-migas maupun PPN," kata Sri Mulyani.
Penerimaan kepabeanan dan cukai juga melesat dengan pertumbuhan 99,4% menjadi Rp 24,9 triliun. Dengan realisasi tersebut, maka penerimaan kepabeanan dan cukai sudah mencapai 10,2% dari target tahun ini Rp 245 triliun.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga tumbuh meski lebih rendah dari dua sumber pendapatan lainnya yakni 11,4%. PNBP bulan lalu sebesar Rp 22 triliun atau 6,6% dari target Rp 335,6 triliun.
Pertumbuhan di sisi pendapatan berbanding terbalik dengan realisasi belanja negara yang justru terkontraksi 13%. Belanja negara sampai akhir Januari 2022 mencapai Rp 127,2 triliun.
"Belanja negara pemerintah pusat Rp 72,2 triliun atau turun 24% dibandingkan tahun lalu yang mana belanjanya mencapai Rp 95,1 triliun," kata Sri Mulyani.
Penurunan pada belanja pemerintah pusat terutama pada belanja melalui Kementerian atau Lembaga (K/L) yang anjlok 54,9% dari tahun lalu. Sebaliknya, belanja non-K/L masih bisa tumbuh 8,1%.
Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga masih bisa tumbuh 7,5% menjadi Rp 54,9 triliun. Realisasi TKDD terutama ditopang transfer ke daerah yang masih tumbuh positif 8,4% sementara dana desa anjlok 54,7%.
Dengan realisasi penerimaan dan belanja tersebut, pembiayaan anggaran pemerintah terkontraksi 101,8% menjadi minus Rp 3 triliun. Sementara itu, pemerintah mencatat masih ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 25,9 triliun.